Rabu, 23 Juni 2010

peranan keluarga dalam pendidikan anak

BAB I
Pendahuluan

A. Latar belakang
Pada saat ini, anak-anak sudah mengenal media yang canggih seperti internet, televise dan dunia games lainnya. Anak-anak suka bermain dengan hal-hal tersebut. Ternyata semakin maju perkembangan dunia teknologi dan informatika mempunyai dampak tersendiri bagi perkembangan individu dalam pembentukan karakternya. Hal ini sangat memprihatinkan para orang tua karena, kalau salah mengenalkan teknologi ini, anak akan menjadi tak terkendali. Kita lihat saja, setiap pagi atau sore, anak-anak lebih suka menonton film Naruto atau pun kartoon Tom and Jerry. Kebanyakan para orang tua tidak mengetahui dampaknya sehingga sering kita mendengar atau menonton berita yang keluar di televisi tentang anak yang melompat dari tingkat 4 rumah susun. Dengan adanya kejadian itu, maka penulis ingin melihat sejauh mana peran keluarga dalam Pendidikan Karakter Anak. Karakter seperti apa yang bisa ditimbulkan oleh pola asuh yang salah.
B. Tujuan
Dengan adanya makalah ini, penulis berharap agar para orang tua paham akan pendidikan yang bagus dalam pembentukan karakter anak-anaknya. Dan kita sebagi calon orang tua mempunyai wawasan tentang peran keluarga terhadap perkembangan dan pembentukan karakter anak-anak.














BAB II
PEMBAHASAN
Peranan Keluarga dalam Pendidikan Karakter Anak

A. Karakter dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangannya
Karakter didefinisikan secara berbeda-beda oleh berbagai pihak. Sebagian menyebutkan karakter sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas moral dan mental, sementara yang lainnya menyebutkan karakter sebagai penilaian subyektif terhadap kualitas mental saja, sehingga upaya merubah atau membentuk karakter hanya berkaitan dengan stimulasi terhadap intelektual seseorang (encyclopedia.thefreedictionary.com, 2004). Coon (1983) mendefinisikan karakter sebagai suatu penilaian subyektif terhadap kepribadian seseorang yang berkaitan dengan atribut kepribadian yang dapat atau tidak dapat diterima oleh masyarakat. Sementara itu menurut Megawangi (2003), kualitas karakter meliputi sembilan pilar, yaitu
(1) Cinta Tuhan dan segenap ciptaan-Nya;
(2) Tanggung jawab, Disiplin dan Mandiri;
(3) Jujur/amanah dan Arif;
(4) Hormat dan Santun;
(5) Dermawan, Suka menolong, dan Gotong-royong;
(6) Percaya diri, Kreatif dan Pekerja keras;
(7) Kepemimpinan dan adil;
(8) Baik dan rendah hati;
(9) Toleran, cinta damai dan kesatuan.
Jadi, menurut Ratna Megawangi, orang yang memiliki karakter baik adalah orang yang memiliki kesembilan pilar karakter tersebut.
Karakter, seperti juga kualitas diri yang lainnya, tidak berkembang dengan sendirinya. Perkembangan karakter pada setiap individu dipengaruhi oleh faktor bawaan (nature) dan faktor lingkungan (nurture). Menurut para developmental psychologist, setiap manusia memiliki potensi bawaan yang akan termanisfestasi setelah dia dilahirkan, termasuk potensi yang terkait dengan karakter atau nilai-nilai kebajikan. Dalam hal ini, Confusius – seorang filsuf terkenal Cina - menyatakan bahwa manusia pada dasarnya memiliki potensi mencintai kebajikan, namun bila potensi ini tidak diikuti dengan pendidikan dan sosialisasi setelah manusia dilahirkan, maka manusia dapat berubah menjadi binatang, bahkan lebih buruk lagi (Megawangi, 2003). Oleh karena itu, sosialisasi dan pendidikan anak yang berkaitan dengan nilai-nilai kebajikan - baik di keluarga, sekolah, maupun lingkungan yang lebih luas - sangat penting dalam pembentukan karakter seorang anak.
Jika sosialisasi dan pendidikan (faktor nurture) sangat penting dalam pendidikan karakter, maka sejak kapan sebaiknya hal itu dilakukan ? Menurut Thomas Lichona (Megawangi, 2003), pendidikan karakter perlu dilakukan sejak usia dini. Erik Erikson – yang terkenal dengan teori Psychososial Development – juga menyatakan hal yang sama. Dalam hal ini Erikson menyebutkan bahwa anak adalah gambaran awal manusia menjadi manusia, yaitu masa di mana kebajikan berkembang secara perlahan tapi pasti (dalam Hurlock, 1981). Dengan kata lain, bila dasar-dasar kebajikan gagal ditanamkan pada anak di usia dini, maka dia akan menjadi orang dewasa yang tidak memiliki nilai-nilai kebajikan. Selanjutnya, White (dalam Hurlock, 1981)menyatakan bahwa usia dua tahun pertama dalam kehidupan adalah masa kritis bagi pembentukan pola penyesuaian personal dan sosial.
Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah - nature) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan – nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
B. Pembinaan Karakter Anak yang Dilakukan oleh Keluarga
Pada dasarnya, tugas dasar perkembangan seorang anak adalah mengembangkan pemahaman yang benar tentang bagaimana dunia ini bekerja. Dengan kata lain, tugas utama seorang anak dalam perkembangannya adalah mempelajari ”aturan main” segala aspek yang ada di dunia ini. Sebagai contoh, anak harus belajar memahami bahwa setiap benda memiliki hukum tertentu (hukum-hukum fisika), seperti : benda akan jatuh ke bawah, bukan ke atas atau ke samping (hukum gravitasi bumi); benda tidak hilang melainkan pindah tempat (hukum ketetapan obyek), dll. Selain itu, anak juga harus belajar memahami aturan main dalam hubungan kemasyarakatan, sehingga ada hukum dan sanksi yang mengatur perilaku anggota masyarakat dalam kehidupan bermasyarakat.
Menurut Garbarino & Brofenbrenner (dalam Vasta, 1992), jika suatu bangsa ingin bertahan hidup, maka bangsa tersebut harus memiliki aturan-aturan yang menetapkan apa yang salah dan apa yang benar, apa yang boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan, apa yang adil dan apa yang tidak adil, apa yang patut dan tidak patut. Oleh karena itu, perlu ada etika dalam bicara, aturan dalam berlalu lintas, dan aturan-aturan sosial lainnya. Jika tidak, hidup ini akan ”semrawut” karena setiap orang boleh berlaku sesuai keinginannya masing-masing tanpa harus mempedulikan orang lain. Akhirnya antar sesama menjadi saling menjegal, saling menyakiti, bahkan saling membunuh, sehingga hancurlah bangsa itu.
Memahami ”aturan main” dalam kehidupan dunia dan menginternalisasikan dalam dirinya sehingga mampu mengaplikasikan ”aturan main” tersebut dalam kehidupan sehari-hari dengan sebaik-baiknya merupakan tugas setiap anak dalam perkembangannya. Kebiasaan membuang sampah pada tempatnya, antri, tidak menyeberang jalan dan parkir sembarangan, tidak merugikan atau menyakiti orang lain, mandiri (tidak memerlukan supervisi) serta perilaku-perilaku lain - yang menunjukkan adanya pemahaman yang baik terhadap aturan sosial - merupakan hasil dari perkembangan kualitas moral dan mental seseorang yang disebut karakter.
Tentu saja kebiasaan baik atau buruk pada diri seseorang - yang mengindikasikan kualitas karakter ini - tidak terjadi dengan sendirinya. Telah disebutkan bahwa selain faktor nature, faktor nurture juga berpengaruh. Dengan kata lain, proses sosialisasi atau pendidikan yang dilakukan oleh keluarga, sekolah, lingkungan yang lebih luas memegang peranan penting, bahkan mungkin lebih penting, dalam pembentukan karakter seseorang.
Menurut Megawangi (2003), anak-anak akan tumbuh menjadi pribadi yang berkarakter apabila dapat tumbuh pada lingkungan yang berkarakter, sehingga fitrah setiap anak yang dilahirkan suci dapat berkembang segara optimal. Mengingat lingkungan anak bukan saja lingkungan keluarga yang sifatnya mikro, maka semua pihak - keluarga, sekolah, media massa, komunitas bisnis, dan sebagainya - turut andil dalam perkembangan karakter anak. Dengan kata lain, mengembangkan generasi penerus bangsa yang berkarakter baik adalah tanggung jawab semua pihak. Tentu saja hal ini tidak mudah, oleh karena itu diperlukan kesadaran dari semua pihak bahwa pendidikan karakter merupakan ”PR” yang sangat penting untuk dilakukan segera. Terlebih melihat kondisi karakter bangsa saat ini yang memprihatinkan serta kenyataan bahwa manusia tidak secara alamiah (spontan) tumbuh menjadi manusia yang berkarakter baik, sebab menurut Aristoteles (dalam Megawangi, 2003), hal itu merupakan hasil dari usaha seumur hidup individu dan masyarakat.
1. Keluarga sebagai Wahana Pertama dan Utama Pendidikan
Karakter Anak
Para sosiolog meyakini bahwa keluarga memiliki peran penting dalam menentukan kemajuan suatu bangsa, sehingga mereka berteori bahwa keluarga adalah unit yang penting sekali dalam masyarakat, sehingga jika keluarga-keluarga yang merupakan fondasi masyarakat lemah, maka masyarakat pun akan lemah. Oleh karena itu, para sosiolog meyakini bahwa berbagai masalah masyarakat - seperti kejahatan seksual dan kekerasan yang merajalela, serta segala macam kebobrokan di masyarakat - merupakan akibat dari lemahnya institusi keluarga.
Bagi seorang anak, keluarga merupakan tempat pertama dan utama bagi pertumbuhan dan perkembangannya. Menurut resolusi Majelis Umum PBB (dalam Megawangi, 2003), fungsi utama keluarga adalah ”sebagai wahana untuk mendidik, mengasuh, dan mensosialisasikan anak, mengembangkan kemampuan seluruh anggotanya agar dapat menjalankan fungsinya di masyarakat dengan baik, serta memberikan kepuasan dan lingkungan yang sehat guna tercapainya keluarga, sejahtera”.
Menurut pakar pendidikan, William Bennett (dalam Megawangi, 2003), keluarga merupakan tempat yang paling awal dan efektif untuk menjalankan fungsi Departemen Kesehatan, Pendidikan, dan Kesejahteraan. Apabila keluarga gagal untuk mengajarkan kejujuran, semangat, keinginan untuk menjadi yang terbaik, dan kemampuan-kemampuan dasar, maka akan sulit sekali bagi institusi-institusi lain untuk memperbaiki kegagalan-kegagalannya.
Dari paparan ini dapat disimpulkan bahwa keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Apabila keluarga gagal melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, maka akan sulit bagi institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) untuk memperbaikinya. Kegagalan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak di rumah.
2. Aspek-aspek Penting dalam Pendidikan Karakter Anak
Untuk membentuk karakter anak diperlukan syarat-syarat mendasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik. Menurut Megawangi (2003), ada tiga kebutuhan dasar anak yang harus dipenuhi, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Maternal bonding (kelekatan psikologis dengan ibunya) merupakan dasar penting dalam pembentukan karakter anak karena aspek ini berperan dalam pembentukan dasar kepercayaan kepada orang lain (trust) pada anak. Kelekatan ini membuat anak merasa diperhatikan dan menumbuhkan rasa aman sehingga menumbuhkan rasa percaya. Menurut Erikson, dasar kepercayaan yang ditumbuhkan melalui hubungan ibu-anak pada tahun-tahun pertama kehidupan anak akan memberi bekal bagi kesuksesan anak dalam kehidupan sosialnya ketika ia dewasa. Dengan kata lain, ikatan emosional yang erat antara ibu-anak di usia awal dapat membentuk kepribadian yang baik pada anak.
Kebutuhan akan rasa aman yaitu kebutuhan anak akan lingkungan yang stabil dan aman. Kebutuhan ini penting bagi pembentukan karakter anak karena lingkungan yang berubah-ubah akan membahayakan perkembangan emosi bayi. Pengasuh yang berganti-ganti juga akan berpengaruh negatif pada perkembangan emosi anak. Menurut Bowlby (dalam Megawangi, 2003), normal bagi seorang bayi untuk mencari kontak dengan hanya satu orang (biasanya ibu) pada tahap-tahap awal masa bayi. Kekacauan emosi anak yang terjadi karena tidak adanya rasa aman ini diduga oleh para ahli gizi berkaitan dengan masalah kesulitan makan pada anak. Tentu saja hal ini tidak kondusif bagi pertumbuhan anak yang optimal.
Kebutuhan akan stimulasi fisik dan mental juga merupakan aspek penting dalam pembentukan karakter anak. Tentu saja hal ini membutuhkan perhatian yang besar dari orang tua dan reaksi timbal balik antara ibu dan anaknya. Menurut pakar pendidikan anak, seorang ibu yang sangat perhatian (yang diukur dari seringnya ibu melihat mata anaknya, mengelus, menggendong, dan berbicara kepada anaknya) terhadap anaknya yang berusia usia di bawah enam bulan akan mempengaruhi sikap bayinya sehingga menjadi anak yang gembira, antusias mengeksplorasi lingkungannya, dan menjadikannya anak yang kreatif.

3. Pola Asuh Menentukan Keberhasilan Pendidikan Karakter Anak
dalam Keluarga
Keberhasilan keluarga dalam menanamkan nilai-nilai kebajikan (karakter) pada anak sangat tergantung pada jenis pola asuh yang diterapkan orang tua pada anaknya. Pola asuh dapat didefinisikan sebagai pola interaksi antara anak dengan orangtua yang meliputi pemenuhan kebutuhan fisik (seperti makan, minum dan lain-lain) dan kebutuhan psikologis (seperti rasa aman, kasih sayang dan lain-lain), serta sosialisasi norma-norma yang berlaku di masyarakat agar anak dapat hidup selaras dengan lingkungannya. Dengan kata lain, pola asuh juga meliputi pola interaksi orang tua dengan anak dalam rangka pendidikan karakter anak.
Secara umum, Baumrind mengkategorikan pola asuh menjadi tiga jenis, yaitu :
(1) Pola asuh Authoritarian,
(2) Pola asuh Authoritative,
(3) Pola asuh permissive.
Tiga jenis pola asuh Baumrind ini hampir sama dengan jenis pola asuh menurut Hurlock juga Hardy & Heyes yaitu:
(1) Pola asuh otoriter,
(2) Pola asuh demokratis, dan (
3) Pola asuh permisif.
Pola asuh otoriter mempunyai ciri orangtua membuat semua keputusan, anak harus tunduk, patuh, dan tidak boleh bertanya. Pola asuh demokratis mempunyai ciri orangtua mendorong anak untuk membicarakan apa yang ia inginkan. Pola asuh permisif mempunyai ciri orangtua memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat. Kita dapat mengetahui pola asuh apa yang diterapkan oleh orang tua dari ciri-ciri masing-masing pola asuh tersebut, yaitu sebagai berikut:
• Pola asuh otoriter mempunyai ciri :
a. Kekuasaan orangtua dominan
b. Anak tidak diakui sebagai pribadi.
c. Kontrol terhadap tingkah laku anak sangat ketat.
d. Orangtua menghukum anak
e. jika anak tidak patuh.
• Pola asuh demokratis mempunyai ciri :
a. Ada kerjasama antara orangtua – anak.
b. Anak diakui sebagai pribadi.
c. Ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua.
d. Ada kontrol dari orangtua yang tidak kaku.
• Pola asuh permisif mempunyai ciri :
a. Dominasi pada anak.
b. Sikap longgar atau kebebasan dari orangtua.
c. Tidak ada bimbingan dan pengarahan dari orangtua.
d. Kontrol dan perhatian orangtua sangat kurang.
Melalui pola asuh yang dilakukan oleh orang tua, anak belajar tentang banyak hal, termasuk karakter. Tentu saja pola asuh otoriter (yang cenderung menuntut anak untuk patuh terhadap segala keputusan orang tua) dan pola asuh permisif (yang cenderung memberikan kebebasan penuh pada anak untuk berbuat) sangat berbeda dampaknya dengan pola asuh demokratis (yang cenderung mendorong anak untuk terbuka, namun bertanggung jawab dan mandiri) terhadap hasil pendidikan karakter anak. Artinya, jenis pola asuh yang diterapkan oleh orang tua terhadap anaknya menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak oleh keluarga.
Pola asuh otoriter cenderung membatasi perilaku kasih sayang, sentuhan, dan kelekatan emosi orangtua - anak sehingga antara orang tua dan anak seakan memiliki dinding pembatas yang memisahkan “si otoriter” (orang tua) dengan “si patuh” (anak). Studi yang dilakukan oleh Fagan (dalam Badingah, 1993) menunjukan bahwa ada keterkaitan antara faktor keluarga dan tingkat kenakalan keluarga, di mana keluarga yang broken home, kurangnya kebersamaan dan interaksi antar keluarga, dan orang tua yang otoriter cenderung menghasilkan remaja yang bermasalah. Pada akhirnya, hal ini akan berpengaruh terhadap kualitas karakter anak.
Pola asuh permisif yang cenderung memberi kebebesan terhadap anak untuk berbuat apa saja sangat tidak kondusif bagi pembentukan karakter anak. Bagaimana pun anak tetap memerlukan arahan dari orang tua untuk mengenal mana yang baik mana yang salah. Dengan memberi kebebasan yang berlebihan, apalagi terkesan membiarkan, akan membuat anak bingung dan berpotensi salah arah.
Pola asuh demokratis tampaknya lebih kondusif dalam pendidikan karakter anak. Hal ini dapat dilihat dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Baumrind yang menunjukkan bahwa orangtua yang demokratis lebih mendukung perkembangan anak terutama dalam kemandirian dan tanggungjawab. Sementara, orangtua yang otoriter merugikan, karena anak tidak mandiri, kurang tanggungjawab serta agresif, sedangkan orangtua yang permisif mengakibatkan anak kurang mampu dalam menyesuaikan diri di luar rumah. Menurut Arkoff (dalam Badingah, 1993), anak yang dididik dengan cara demokratis umumnya cenderung mengungkapkan agresivitasnya dalam tindakan-tindakan yang konstruktif atau dalam bentuk kebencian yang sifatnya sementara saja. Di sisi lain, anak yang dididik secara otoriter atau ditolak memiliki kecenderungan untuk mengungkapkan agresivitasnya dalam bentuk tindakan-tindakan merugikan. Sementara itu, anak yang dididik secara permisif cenderung mengembangkan tingkah laku agresif secara terbuka atau terang-terangan.
Menurut Middlebrook (dalam Badingah, 1993), hukuman fisik yang umum diterapkan dalam pola asuh otoriter kurang efektif untuk membentuk tingkah laku anak karena : (a) menyebabkan marah dan frustasi (dan ini tidak cocok untuk belajar); (b) adanya perasaan-perasaan menyakitkan yang mendorong tingkah laku agresif; (c) akibat-akibat hukuman itu dapat meluas sasarannya, misalnya anak menahan diri untuk memukul atau merusak pada waktu ada orangtua tetapi segera melakukan setelah orangtua tidak ada; (d) tingkah laku agresif orangtua menjadi model bagi anak.
Hasil penelitian Rohner (dalam Megawangi, 2003) menunjukkan bahwa pengalaman masa kecil seseorang sangat mempengaruhi perkembangan kepribadiannya (karakter atau kecerdasan emosinya). Penelitian tersebut - yang menggunakan teori PAR (Parental Acceptance-Rejection Theory)- menunjukkan bahwa pola asuh orang tua, baik yang menerima (acceptance) atau yang menolak (rejection) anaknya, akan mempengaruhi perkembangan emosi, perilaku, sosial-kognitif, dan kesehatan fungsi psikologisnya ketika dewasa kelak.
Dalam hal ini, yang dimaksud dengan anak yang diterima adalah anak yang diberikan kasih sayang, baik secara verbal (diberikan kata-kata cinta dan kasih sayang, kata-kata yang membesarkan hati, dorongan, dan pujian), maupun secara fisik (diberi ciuman, elusan di kepala, pelukan, dan kontak mata yang mesra). Sementara, anak yang ditolak adalah anak yang mendapat perilaku agresif orang tua, baik secara verbal (kata-kata kasar, sindiran negatif, bentakan, dan kata-kata lainnya yang dapat mengecilkan hati), ataupun secara fisik (memukul, mencubit, atau menampar). Sifat penolakan orang tua dapat juga bersifat indifeerence atau neglect, yaitu sifat yang tidak mepedulikan kebutuhan anak baik fisik maupun batin, atau bersifat undifferentiated rejection, yaitu sifat penolakan yang tidak terlalu tegas terlihat, tetapi anak merasa tidak dicintai dan diterima oleh orang tua, walaupun orang tua tidak merasa demikian.
Hasil penelitian Rohner menunjukkan bahwa pola asuh orang tua yang menerima membuat anak merasa disayang, dilindungi, dianggap berharga, dan diberi dukungan oleh orang tuanya. Pola asuh ini sangat kondusif mendukung pembentukan kepribadian yang pro-sosial, percaya diri, dan mandiri namun sangat peduli dengan lingkungannya. Sementara itu, pola asuh yang menolak dapat membuat anak merasa tidak diterima, tidak disayang, dikecilkan, bahkan dibenci oleh orang tuanya. Anak-anak yang mengalami penolakan dari orang tuanya akan menjadi pribadi yang tidak mandiri, atau kelihatan mandiri tetapi tidak mempedulikan orang lain. Selain itu anak ini akan cepat tersinggung, dan berpandangan negatif terhadap orang lain dan terhadap kehidupannya, bersikap sangat agresif kepada orang lain, atau merasa minder dan tidak merasa dirinya berharga.
Dari paparan di atas jelas bahwa jenis pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya sangat menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak. Kesalahan dalam pengasuhan anak akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik.
Menurut Megawangi (2003) ada beberapa kesalahan orang tua dalam mendidik anak yang dapat mempengaruhi perkembangan kecerdasan emosi anak sehingga berakibat pada pembentukan karakternya, yaitu :
1. Kurang menunjukkan ekspresi kasih sayang baik secara verbal maupun fisik.
2. Kurang meluangkan waktu yang cukup untuk anaknya.
3. Bersikap kasar secara verbal, misainya menyindir, mengecilkan anak, dan berkata-kata kasar.
4. Bersikap kasar secara fisik, misalnya memukul, mencubit, dan memberikan hukuman badan lainnya.
5. Terlalu memaksa anak untuk menguasai kemampuan kognitif secara dini.
6. Tidak menanamkan "good character' kepada anak.
Dampak yang ditimbulkan dari salah asuh seperti di atas, menurut Megawangi akan menghasilkan anak-anak yang mempunyai kepribadian bermasalah atau mempunyai kecerdasan emosi rendah.
1. Anak menjadi acuh tak acuh, tidak butuh orang lain, dan tidak dapat menerima persahabatan. Karena sejak kecil mengalami kemarahan, rasa tidak percaya, dan gangguan emosi negatif lainnya. Ketika dewasa ia akan menolak dukungan, simpati, cinta dan respons positif lainnya dari orang di sekitarnya. la kelihatan sangat mandiri, tetapi tidak hangat dan tidak disenangi oleh orang lain.
2. Secara emosiol tidak responsif, dimana anak yang ditolak akan tidak mampu memberikan cinta kepada orang lain.
3. Berperilaku agresif, yaitu selalu ingin menyakiti orang baik secara verbal maupun fisik.
4. Menjadi minder, merasa diri tidak berharga dan berguna.
5. Selalu berpandangan negatif pada lingkungan sekitarnya, seperti rasa tidak aman, khawatir, minder, curiga dengan orang lain, dan merasa orang lain sedang mengkritiknya.
6. Ketidakstabilan emosional, yaitu tidak toleran atau tidak tahan terhadap stress, mudah tersinggung, mudah marah, dan sifat yang tidak dapat dipreaiksi oleh orang lain.
7. Keseimbangan antara perkembangan emosional dan intelektual. Dampak negatif lainnya dapat berupa mogok belajar, dan bahkan dapat memicu kenakalan remaja, tawuran, dan lainnya.
8. Orang tua yang tidak memberikan rasa aman dan terlalu menekan anak, akan membuat anak merasa tidak dekat, dan tidak menjadikan orang tuannya sebagai ”role model” Anak akan lebih percaya kepada "peer group"nya sehingga mudah terpengaruh dengan pergaulan negatif.

BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Karakter merupakan kualitas moral dan mental seseorang yang pembentukannya dipengaruhi oleh faktor bawaan (fitrah - nature) dan lingkungan (sosialisasi atau pendikan – nurture). Potensi karakter yang baik dimiliki manusia sebelum dilahirkan, tetapi potensi tersebut harus terus-menerus dibina melalui sosialisasi dan pendidikan sejak usia dini.
Meskipun semua pihak bertanggung jawab atas pendidikan karakter calon generasi penerus bangsa (anak-anak), namun keluarga merupakan wahana pertama dan utama bagi pendidikan karakter anak. Untuk membentuk karakter anak keluarga harus memenuhi tiga syarat dasar bagi terbentuknya kepribadian yang baik, yaitu maternal bonding, rasa aman, dan stimulasi fisik dan mental. Selain itu, jenis pola asuh yang diterapkan orang tua kepada anaknya juga menentukan keberhasilan pendidikan karakter anak di rumah. Kesalahan dalam pengasuhan anak di keluarga akan berakibat pada kegagalan dalam pembentukan karakter yang baik.
Kegagalan keluarga dalam melakukan pendidikan karakter pada anak-anaknya, akan mempersulit institusi-institusi lain di luar keluarga (termasuk sekolah) dalam upaya memperbaikinya. Kegaga
lan keluarga dalam membentuk karakter anak akan berakibat pada tumbuhnya masyarakat yang tidak berkarakter. Oleh karena itu, setiap keluarga harus memiliki kesadaran bahwa karakter bangsa sangat tergantung pada pendidikan karakter anak-anak mereka dalam keluarga.







DAFTAR PUSTAKA
Badingah, S. (1993). Agresivitas Remaja Kaitannya dengan Pola Asuh, Tingkah Laku Agresif Orang Tua dan Kegemaran Menonoton Film Keras. Program Studi Psikologi – Pascasarjana, UI. Depok.
Coon, Dennis. (1983). Introduction to Psychology : Exploration and Aplication. West Publishing Co.
http://encyclopedia.thefreedictionary.com. Diakses tanggal 26 April 2004.

http://www.tumbuh-kembang-anak.blogspot.com/2008/03/pendahuluan-saat-di-layar-televisi-kita.html
Hurlock, E.B. 1981. Child Development. Sixth Edition. McGraw Hill Kogakusha International Student.
Megawangi, Ratna. (2003). Pendidikan Karakter untuk Membangun Masyarakat Madani. IPPK Indonesia Heritage Foundation.
Vasta, Ross, at all. (1992). Child Psychology : The Modern Science. John Wiley & Sons Inc.

Sabtu, 03 April 2010

BERPIKIR DAN INTELEGENSI

A. Proses Berfikir
Kemampuan berpikir sangat besar pengaruhnya bagi kehidupan manusia. Tetapi karena manusia tidak hanya mempunyai kemampuan piker saja maka dalam pendidikan tidak dibenarkankalau hanya memperhatikan perkembangan dan kecerdasan piker semata. Hal ini akan menimbulkan pendidikan yang berat sebelah, yakni pendidikan yang intelektualistis, yakni aliran yang mengagung – agungkan kemapuan piker.
1. berbagai cara pemecahan masalah
berfikir selalu berhubungan dengan masalah – masalh, baik masalah yang timbul dari situasi masa kini, masa lampau dan mungkin masalah – masalah yang belum terjadi. Proses pemecahan masalah itu dinamakan proses berfikir. Setiap kita menghadapi masalah dan terdapat macam – macam factor, yang kesemuanya merupakan rangkaian pemecahan masalah – masalah itu sendiri.
Dari kegiatan jiwa tersebut, ada beberapa factor yang biasanya tidak dapat ditinggalkan dalam berfikir. Apa masalahnya, bagaimana memecahkannya, apa tujuannya, factor – factor apa saja yang membantu. Maka dalam berfikir sering timbul pertanyaan – pertanyaan. Diantara factor yang disebutkan, tujuan adalah menentukan. Karena kalau orang memandang situasi itu tidak mengandung masalah tersebut, kemungkinan besar situasi yang dihadapi tidak perlu dengan berfikir.
2. proses berfikir dan kegiatan jiwa dalam berfikir
a. proses berfikir dalam memecahkan masalah
- ada minat untuk memecahkan masalah
- memahami tujuan pemecahan masalah itu
- mencari kemungkinan – kemungkinan pemecahan masalah itu
- menentukan kemungkinan mana yang digunakan
- menjelaskan kemungkina yang dipilih untuk memecahkan masalah.
b. Dalam proses berfikir timbul kegiatan – kegiatan jiwa:
- membentuk pengertian
- membentuk pendapat
- membentuk pendapat
B. Pengertian
1. apakah pengertian itu?
Pengertian adalah hasil proses berfikir yang merupakan rangkuman sifat – sifat pokok dari suatu barang atau kenyataan yang dinyatakan dalam suatu pernyataan.
2. perbedaan tanggapan dengan pengertian
tanggapan adalah hasil pengamatan yang merupakan gambaran/lukisan/ kesan dari pengamatan yang tersimpan dalam jiwa. Pengertian adalah hasil berfikir yang merupakan rangkuman sifat – sifat pokok dari suatu baran gkenyataan yang dinyatakan dengan suatu perkataan
3. Pengertian lengkap dan tidak lengkap
Pengertian kita mengalami perkembangan, tiap – tiap kita mempunyai sifat – sifat yang terhitung pokok dapat dilengkapi pengertian kita. Makin lengkapnya pengertian, kita tidak semata – mata tergantung pada pengulangan pengamatan saja tetapi kegiatan fikiran kita sangat berpengaruh pula.
4. pengertian empiris dan ;ogis
Pengertian empiris disebut pula pengertian pengalaman, yakni pengertian yang dibentuk dari pengalaman hidup sehari – hari. Pengertian logis biasanya diperoleh dengan aktivitas fakir dengan sadar dan sengaja memahami sesuatu. Karena pengertian logis ini banyak digunakan dalam kalangan ilmu pengetahuan maka disebut juga pengertian ilmiah.
5. isi dan luas pengertian
* isi pengertian, yaitu segala sifat – sifat yang terdapat pada segala barang kenyataan yang tercantum dalam pengertian itu.
* luas pengertian, yakni banyaknya barang – barang yang dapat masuk kedalam pengertian dan dapat pula dikenakan padanya sifat – sifat dari pengertian isi tersebut.
6. pengertian tinggi dan rendah
Pengertian tinggi : dikatan pengertian tinggi kalau pengertian itu mempunyai unsure – unsure / sifat – sifat yang tidak banyak dan pengertian itu meliputi barang – barang yang banyak jumlahnya.
Pengertian rendah, dikatakan pengertian rendah lkalau pengertian itu mempunyai unsure – unsure / sifat – sifat yang banyak dan karenanya pengertian itu hanya meliputi barnag – banrang yang sedikit jumlahnya.
7. proses pembentukan pengertian logis
o proses analisis: menguraikan unsure – unsure / sifat – sifat / cirri – cirri dari suatu objek yang sejenis.
o Proses komparasi: membandingkan unsure – unsure / sifat – sifat yang telah dianalisis
o Proses abstraksi: menyisihkan sifat – sifat kebetulan/tambahan dari sifat – nsifat umum dan yang tertinggal hanya sifat – sifat umum saja
o Proses kombinasi: sifat –sifat umum yang bersamaan kita rangkum, lalukita tetapkan menjadi definisi
Definisi adalah penentuan atau pembatasan sifat – sifat dari isi suatu pengertian dengan kata – kata.
Demikianlah proses pembentukan pengertian logis yang berbeda dengan pembentukan pengertian pengalaman.
8. Faedah pengertian
• Pengertian sangat berguna dalam kehidupan sehari – hari
Tiap manusia sejak kecil sudah belajar dan mempunyai banyak pengertian. Kebanyakan oran – orang mengenal pengertian barang – barang atau hal – hal yang berhubungan dengan keperluan sehari – hari dan hal ini tergantung sesuai dengan kepentingan masing –masing.
• Pengertian membantu kita dapat berfikir cepat
Dalam memecahkan masalah kita perlu berfikir dan dalam berfikir kita sangat membutuhkan pengertian. Kurangnya pengertian akan menghambat kerja piker kita. Jelaslah, pengertian yang kita miliki akan memperlancar kerja piker kita.

C. Pendapat
1. apakah pendapat itu?
Pendapat: hasil pekerjaan piker meletakkan hubungan natara tanggapan yang satu dengan yang lain, antara pengertian satu dengan pengertian yang lain, yang dinyatakan dalam suatu kalimat.
2. proses pembentukan pendapat
a) menyadari adanya tanggapan/pengertian
b) menguraikan tanggapan pengertian
c) menentukan hubungan logis antara bagian – bagian.
3. pembentukan tunggal dan majemuk
kalau dalam rangkaian kata – kata terdiri dari 2 pengertian yang dirangkum menjadi satu kalimat, disebut pendapat tunggal
kalau dalam suatu rangkaian kata – kata terdiri dari dua pengertian yang dirangkum dalam beberapa pendapat dikatakan pendapat majemuk.

D. Kesimpulan
Kesimpulan suatu pendapat baru yang dibentuk dari pendapat – pendapat lain yang telah ada. Macam – macam kesimpulan:
1. Kesimpulan deduktif
Kesimpulan deduktif dibentuk dengan cara deduksi, yakni dimulai dari hal –a hal yang lebih umum menuju hal – hal yang lebih khusus/ hal – hal yang lebih rendah
Proses pembentukan kesimpulan deduktif dapat dimulai dari suatu dalil atau hokum menjuju pada hal – hal yang lebih kongkrit.
Prinsip – prinsip berfikir deduktif
 Silogisme, apa yang dipandang benar pada semua pendapat/peristiwa yang ada pada suatu jenis, berlaku pada semua pendapat/peristiwa yang sejenis pula.
 Mayor dan minor, Silogisme adalah rangkaian dari premis pertama (mayor), Premis kedua (minor), dan kesimpulan. maka sering dikatakan selogisme adalah kesimpulan segitiga.
 Suku tengah, kita hanya dapat menarik kesimpulan dari dua pendapat kalau pendapat pertama dan kedua tersebut mempunyai suatu unsur yang sama.
Kelemahan-kelemahan Kesimpulan Deduktif
 Kesalahan material yakni kesalahan dari isi premis mayor
 Terkadang kesimpulan yang di ambil tidak benar
 Kesalahan-kesalahan formal. Kesalahan ini tidak terdapat pada isi premisnya, tapi pada jalan deduksinya.
2. Kesimpulan induktif
Dibentuk dengan cara induksi, yakni dimulai dari hal-hal yang khusus menuju pada hal-hal yang umum
Proses pembentukan kesimpulan yang induktif ini dimulai dari situasi yang konkrit menuju hal-hal yang asbrak.
3. Kesimpulan analogi
Kesimpuan yang diambil dengan jalan analogi, yakni kesimpulan dari pendapat khusus ke pendapat khusus lainnya, dengan cara membandingkan situasi satu dengan situasi sebelumnya. Dalam perkiraan analogis, kita meletakkan suatu hubungan baru berdasarkan hubungan-hubungan baru itu.
Pada pembentukan kesimpulan dengan cara jalan analogi, jalan pikiran kita di dasarkan atas persamaan suatu keadaan yang khusus lainnya. Karena pada dasarnya membandingkan persamaan-persamaan dan kemudian di cari hubungannya. Maka sering kesimpulan yang diambil tidak logis.
E. Bentuk-bentuk Berpikir

1) Berpikir dengan pengalaman
2) Berpikir Representatif
3) Berpikir Kreatif
4) Berpikir Reproduktif
5) Berpikir Rasional
F. Tingkat-tingkat berpikir
Aktivitas berpikir sendiri adalah abstrak. Namun demikian, dalam praktik sering kita jumpai bahwa tidak semua masalah dapat dipecahkan dengan secara abstrak. Dalam menghadapi masalah-masalah yang sangat pelik, kadang-kadang kita membutuhkan supaya persoalan yang kita hadapi lebih konkrit. Sehubungan dengan ini memang ada beberapa tingkat berpikir:
1. Berpikir Konkrit, Dalam tingkatan ini berpikir masih memerlukan situasi-situasi yang nyata.
2. Berpikir Skematis, Sebelum meningkat pada bagian yang abstrak, memecahkan masalah dengan penyajian bahan, skema, coret-coret, diagram, symbol dan sebagainya. Dengan pertolongan hal-hal itu situasi yang di hadapi tidak benar-benar konkrit dan tidak benar-benar abstrak
3. Berpikir Abstrak
Kemampuan berpikir manusia selalu mengalami perkembangan sebagai mana diterangkan didepan. Pada anak-anak masih dalam tingkat konkrit. Makin maju perkembangan psikisnya kemampuan berpikirnya berkembang setahap demi setahap, meningkat pada hal-hal yang abstrak, yakni tingkat bagan/ skematis. Dari tingkat bagan makin lama makin berkembang kemampuan berpikirnya, dan dari sedikit berkembanglah kemampuan abstraksinya. Makin tinggi tingkat abstraksinya, hal-hal yang konkrit makin di tinggalkan.
G. Integensi (Kecerdasan)
1. Pengertian Intelegensi
Intelengensi adalah situasi kecerdasan piker, sifat-sifat perbuatan cerdas. Pada umunya intelegen dapat di lihat pada kesanggupannya bersikap dan berbuat cepat dengan situasi yang sedang berubah dengan keadaan diluar dirinya yang biasa maupun yang baru.
2. Tingkat-tingkat Kecerdasan
 Kecerdasan binatang
Kecerdasan pada binatang sangat terbatas, yakni terikat pasa suatu yang konkrit.
 Kecerdasan Anak-anak
Buotan menyimpulkan:
Anak-anak kecil yang lebih kurang satu tahun tingkat kecerdasannya hamper sama dengan kera. Kemampuan menggunakan bahasa merupakan garis pemisah antara hewan dengan manusia.anak yang sudah dapat bicara, lebih cepat memperoleh penyelesaiaan tentang masalah yang di hadapi. Fungsi bahasa dapat menumbuhkan pengertian permulaan tentang perhubungan dengan unsure dalam situasi, hal itu memungkinkan anak dapat melihat hubungan yang teratur tentang apa yang di hadapi. Dalam segala pernyataan fungsi jiwa , bahasa merupakan momen yang sangat penting.
Makin cerdas suatu mahluk, makin kurang cara – cara mengatasi kesulitan dengan jalan meraba – raba/ coba-coba. Seolah-olah kecerdasan menentang cara penyelesaian kesulitan dengan menggunakan insting dan coba-coba.
 Kecerdasan manusia
Cirri – cirri kecerdasan manusia:
a. penggunaan bahasa, dengan bahasa manusia dapat menyatakan isi jiwanya dan berhubungan dengan sesamanya. Dengan bahasa manusia dapat membeberkan segala sesuatu dan manusia dapat membangun kebudayaan.
b. Penggunaan perkakas
Kata Bregson, perkakas adalah merupakan sifat terpenting dari kecerdasan manusia. Perkakas adalah sifat, tetapi semua alat merupakan perkakas. Alat merupakan perantara mahluk yang berbuat dengan objek yang diperbuat. Perkakas mempunyai fungsi yang sama, tetapi mempunyai pengertian yang lebih luas. Perkakas adalah objek yang telah dibuat/diusahakan dan diubah sedemikian rupa sehingga dengan dan dengan cara yang tepat dapat dipakai untuk kesulitan atau mencapai suatu maksud.
Perbedaan antara binatang dan manusia
Binatang: dalam mengatasi kesulitan hidup atau mencapai maksudnya sebagian dipakai alat yang menjadi miliknya.
Manusia: menemukan, menggunakan, membuat, dan meme;ihara perkakas. Untuk mengatasi berbagai problem hidup banyak digunakan berbagai perkakas dan perkakas itu selalu dikembnagkan, disempurnakan menurut keperluan hidup, antara lain penggunaan api untuk keperluan hidup, lokomotif, timbangan, alat-alat komunikasi, dan sebagainya.
 Mendapat perkakas
Kecerdasan manusiamendorong untuk mendapatkan segala sesuatu yang dapat memudahkan usaha manusia mencapai kebutuhan-kebutuhan hidup. Untuk ini manusia hanya menggunakan alat-alat yang dimiliki semata-mata, tetapi mengambil segala sesuatu yang ada disekitarnyadigunakan sebagai perkakas.
 Membuat perkakas
Perkakas yang digunakan manusia ternyata tidak hanya sekedar diambil dari lingkungan sekitarnya, tetapi manusia juga membuat perkakas untuk keperluannya. Pembuatan perkakas adalah perbuatan yang serempak antara kecerdasan dan keterampilan tangan.
 Memelihara perkakas
Peranan perkakas dalam segala perbuatan manusia sangat pentign. Seorang ahli jiwa mengatakan, bahwa barang-barang yang ada di sekitar manusia adalah perkakas. Manusia tidak hanya dapat mengambil dan menggunakan perkakas yang ada disekitarnya, tetapi dapat membuat menurut kebutuhannya. Disamping itu, manusia dapat memelihara dan mengembangkan perkakas untuk keperluan dimasa yang akan datang


Macam – macam Intelegensi
a) Intelegensi terikat dan bebas
Intelegensi terikat adalah Intelegensi suatu mahluk yang bekerja dalama situasi – situasi pada lapangan pengamatan yang berhubunganlangsung dengan kebutuhanvital yang harus segera dipuaskan. Dalam situasi yang sewajarnya boleh dikatakan tetap keadaannya maka dikatakan terikat. Perubahan mungkin dialami juga, kalau perbuatan senantiasa diulang kembali.
Intelegensi bebas, terdapat pada manusia yang berbudaya dan berbahasa. Dengan Intelegensinya orang selalu ingin mengadakan perubahan – perubahan untuk mencapai suatu tujuan. Kalau tujuan telah dapat dicapai, manusia ingin mencapai tujuan yang lain lebih tinggi dan lebih maju. Untuk hal – hal tersebut manusia menggunakan Intelegensi bebas.
b) Intelegensi menciptakan dan meniru
Intelegensi mencipta ialah kesanggupan menciptakan tujuan – tujuan baru dan mencari alat- alat yang sesuai guna mencapai tujuan itu.
Intelegensi meniru, yaitu kemampuan menggunakan dan mengikuti pikiran atau hasil penemuan orang lain, baik yang dibuat, yang diucapkan maupun yang ditulis.
3. factor – factor yang mempengaruhi intelegensi manusia
a. pembawaan
Intelegensi bekerja dalam suatu situasi yang berlain – lainan tingkat kesukarannya. Sulit tidaknya mengatasi persoalan ditentukan pula oleh pembawaan
b. kematangan
kecerdasan tidak tetap statis tetapi dapat tumbuh dan berkembang. Tumbuh dan berkembangnya Intelegensi sedikit banyak sejalan dengan perkembangan jasmani, umur, dan kemampuan – kemapuan lain yan gtelah dicapai.
4. macam – macam Tes Intelegensi
 tes binet – simon
 tes tentara di amerika
 mental tes
jenis tes ini tidak hanya menyelidiki kecerdasan saja, tetapi untuk menyelidiki keadaan jiwa dan kesanggupan jiwa.
 scholastic – tes
tes ini tidak hanya untuk menyelidiki kecerdasan anak, tetapi untuk menyelidiki sampai dimana kemampuan dan kemajuan anak atau kelas dalam mata pelajaran disekolah.
H. Intuisi
Intuisi Berasal dari intueri yang artinya mengindra dengan jiwa, memandang dengan batin. Kata lain dari intuisi ialah ilham, artinya bisikan kalbu atau suara kalbu. Intuisi adalah kemapuan jia manusia dalam mendapatkan kesimpulan dari suatu soal tanpa uraian, tanpa ketenangan, dan tanpa analisis apapun.
- Intuisi tidak berdasarkan proses berpikir yang berturut – turut, tidak berdasarkan pertimbangan, dan perhitungan seksama.
- Intuisi terjadi sama halnya dengan perbuatan instingtif
- Intuisi banyak terjadi dalam kehidupan sehari – hari
- biasanya wanita lebih Intuitif daripada pria
- berpikir adalah berbicara batin yang tidak terdengar
I. Korelasi
Dalam mempelajari kejiwaan manusia, lebih banyak kita mengiterpretasi gejala – gejala yang tampak dan dapat kita amati.
Macam – macam korelasi
 Korelasi positif: adanya hubungan yang bersesuaian antara gejala satu dengan gejala lain, kemampuan satu dengan kemampuan lain.
 Korelasi negative: tidak adanya hubungan yang bersesuaian atau sejalan antara kedua sifat, gejala atau kemampuan.
 Korelasi kausal: hubungan antara dua hal yang dapat dipahamkan, bahwa yang satu menjadi timbulnya yang lain.
J. Gangguan Berpikir
1. oligoprenia: tuna kecerdasan. Penderita oligoprenia seolah –olah dilahirkan dengan bekal yang terbatas, dan perkembangan inteleknya pun terbatas pula.
2. idiola: ketunaan yang terberat, terdapat tanda – tanda tidak dapat memenuhi hidup sendiri, sukar mengembangkan diri.
3. imbesila: dungu, lebig ringan daripada idiot. Orang yang ini sudah bisa mandi sendiri, makan sendiri, hanya tingkat perkembangan yang terbatas.
4. debilita: tolol, moron, lemah kemampuan. Kemampuannya mendekati orang normal, namun taraf kemajuan yang dapat dicapai masih sangat terbatas.
5. demensia: mula – mula penderita mengalami perkembangan normal, tapi sesuatu sebab menyebabkan perkembangannya terhenti dan mengalami perkembngan yang mencolok.
6. delusia: (keadaan yang menunjukkan gagasan yang ilusif). Delusia sangat erat hubungannya dengan gejala ilusi. Penderita mempunyai keyakinan yang kuat tentang sesuatu, tetapi tidak menurut kenyataan.
7. obsesia: (pengepungan). Penderita seolah – olah dikepung atau dicngkram oleh pikiran – pikiran tertentu yang tidak masuk akal. Makin besar usaha untuk melepaskan diri, makin besar pula gangguan pikiran yang mencengkram.

Kamis, 17 Desember 2009

adat istiadat dalam pergaulan orang melayu

BAB VI
Adat-Istiadat Dalam Pergaulan Orang Melayu
(Oleh : Wirman Susandi dan Misran)

Ringkasan.
Orang melayu mengaku identitas kepribadiannya yang utama adalah: adat-istiadat melayu, berbahasa melayu dan beragama islam. Dengan demikian seseorang yang mengaku dirinya sebagai orang melayuharuslah beradat istiadat melayu, berbahasa mekayu dan beragama islam. Diluar dari ketiga ciri terutama kepribadian orang melayu tersebut, agama islamlah yang menjadi dasar(fondasi) pokok. Agama islam inilah yang menjadi sumber adat-istiadat melayu. Oleh karena itulah adat istiadat melayu riau bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah.
Bahasa melayu merupakan cikal bakal bahasa persatuan bangsa indonesia. Maka melalui bahasa melayu ungkapan-ungkapan, pepatah, perumpamaan, pantun, syair dan sebagainya) telah tersirat pula norama-norma sopan santun dari pergaulan yang memberi corak tata pergaulan nasional.


Pendahuluan

Orang melayu menetapkan identitasnya sebagai orang melayu denagan tiga ciri pokok; berbahasa mekayu, beradat melayu dan beragama islam.
Dalam makalah ini kami akan mengemukakan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan salah satu ciri dengan identitas melayu yang pokok tersebut yaitu adat-istiadat melayu riau.
Dakam membahas adat-istiadat melayu riau ini kami mengalami beberapa kesulitan terutama disebabkan kurangnya sumber berupa buku-buku tentang adat-istiadat orang melayu maupun informasi yang benar-benar dapat menunjang penulisan makalah ini. Seperti yang diketahui segala hal yang bersangkutan dengan adat-istiadat melayu belum banyak ditulis atau dicatat dengan jelas.
Sejak dari dulu kala segala ketentuan adat istiadat disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada saat ini penyampaian ketentuan adat hanyalah terbatas kepada adat sopan santun saja.
Agar dapat memahami adat istiadat yang berlaku dalam pergaulan, maka perlu terlebih dahulu memahami sumbernya yaitu adat yang disebut adat sebenar adat.
Sebelum kami membahas apa yang dimaksud adat sebenar adat, terlebih dahulu dibahas apa yang dimaksud dengan adat.
Telah banyak buku-buku yang ditulis mengenai adat ini baik oleh ahli-ahli bangsa indonesia sendiri maupun ahli-ahli asing yang tercantum pula dalam Kamus-Kamus Bahasa Indonesia (baca melayu) dan Ensiklopedi-Ensiklopedi. Akan tetapi kami berpendapat bahwa semua buku-buku itu tidaklah dapat menjawab tuntas apa sebenarnya yang dimaksud dengan “ADAT” itu secara fundamental.

Pengertian Adat Secara Umum
Banyak orang keliru terhadap pengertian adat, terutama generasi muda. Adat diartikan sama dengan kebiasaan lama dan kuno. Kalau mendengar perkataan “adat” maka yang terbayang dalam khayalannya adalah: orang tua-tua berpakaian daerah atau upacara perkawinan dan upacara-upacara lainnya.oleh karena itu janganlah heran jika media massapun selalu keliru, sehingga pakaian daerah disebut pakaian adat atau rumah yang berbentuk khas daerah disebut rumah adat. Tegasnya apa yang berbentuk daerah disebut adat.
Menurut ensiklopedi umum perkataan adat diartikan sebagai berikut : aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang berbentuk di indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Di indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum adat. (ensiklopedi umum : 19 + 3)
Pengertian mengenai adat disini sangatlah terbatas karena dikatakan “aturan-aturan tentang beberapa segi lehidupan” saja. Dalam hal ini berbeda pula dengan pendapat Prof. Dr. J. Prins yang mengatakan: de adat overheesrte tot voor kort allie terrein van het leven- juist wat de plich tenleer idealiter beoogt te doen” (Prof.Dr.J.Prins : 1954)
Pendapat Prof.Dr.J.Prins ini lebih mendekati pengertian yang sebenarnya, karena ia mengatakan bahwa adat itu meliputi semua segi kehidupan. Akan tetapi dikatan pula hanya untuk jangka waktu yang singkat.
Ensiklopedi indonesia memberikan uraian yang lebih panjang, tetapi sulit bagi kita untuk mengambil kesimpulan yang dapat dipahami. Perkataan adat itu berasal dari bahasa arab yang juga disebut “urf” dan bahwa islam telah memberikan corak khusus dalam ketentuan-ketentuan adat dalam lingkungan pemeluk agama islam.
Pengertian yang terdapat didaerah Riau ini mungkin sama dengan pengertian adat didaerah lain, bahwa adat itu adalah:
“ ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan hubungan antara anggota masyarakat dalam segala segi kehidupan”.
Oleh sebab itu,adat merupakan hukum tak tertulis dan sekaligus sebagai sumber hukum. Sebelum hukum barat masuk ke Indonesia, adat adalah satu-satunya hukum rakyat yang kemudian disempurnakan oleh hukum agama islam sehingga disebut adat bersendikan syara’.
Menyatunya adat dengan hukum islam diperkirakan terjadi setelah masuknya islam ke malaka pada ahir abad 14. menurut Tengku Tonel pada tahun 1920.
“maka adalah adat melayu itu pada mulanya berpangkal kepada adat istiadat melayu yang dipergunakan dalam negeri tumasik, bintan dan melaka, maka adalah dizaman melaka adat itu menjadi islam karena rajanya telah islam pula”.
Ketentuan-ketentuan hukum syarak telah dianggap sebagai adat yang dipatuhi oleh anggota masyarakat sehingga sulit memisahkan mana yang berasal dari ketentuan adat dan mana yang berasal dari ketentuan syarak.

ADAT DALAM MASYARAKAT MELAYU RIAU
Adat yang berlaku di masyarakat melayu riau bersumber dari melaka dan johr karena dahulunya melaka , johor dan riau merupakan satu kerajaan melayu dan adatnya berpunca dari istana raja. Sebagian telah saya sitir dimula tadi dan sekarang lengkapnya sebagai berikut:
“maka adalah adat melayu itu pada mulanya berpangkal kepada adat istiadat melayuyang dipergunakan dalam negeri tumasik, bintan dan melaka, maka adalah dizaman melaka adat itu menjadi islam karena rajanya telah islam pula adanya. Maka segala adat istiadat melayu itupun syahlah menurut syarak isla dan syareat islam. Maka adat istiadat itulah yang turun temurun berkembang sampai kenegeri johor, negeri riau, negeri indragiri, negeri siak, negeri pelalawan dan sekalian negeri orang melayu adanya. Maka bersalahanlah segala adat yanf tidak bersendikan syareat islam dan tiadalah boleh dipakai lagi. Maka adalah sejak itu, adat istiadat melayu disebut adat bersebdi syarak yang berpegang kepada kitab Allah dan sunnah nabi (tengku Tonel 1920).

Dalam bagian lain kita kutop pula sebagai berikut:
“adapun negeri indragiri setelah raja Narasinga masuk islam sebab dimenantukan oleh sultan Mahmudsyah Sultan melaka, maka raja itupun dirajakan di Indragiri. Maka mulanya dia ditolak oleh orang Indragiri. Maka datang lah orang talang disana, mengangkatnya sebagai raja. Maka mufakatlah mereka membuat perjanjian. Adapun perjanjian itu mengatakan bahwa orang talang mengaku sebagai rakyat indragiri. Maka rajapun memberi tahu mereka akan adat melayu, maka mufakatlah mereka untuk memakai adat itu apakala mereka turun kedalam negeri indragiri, maka didalam kampungnya, tetaplah mereka memakai adat mereka. (Tengku Tonel 1920)”

Dalam bagian lain dikatakan pula:
“maka adalah mula asal adat negeri siak dan negeri pelalawan itu turunnya dari johor jua. Maka apabila raja Kecik menjadikan dirinya raja dinegeri siak yang disebut Buantan, maka adat itulah yang dipakainya, yang kemudian turun temurun kesegala anak cucunya, dan daerah taklukkannya.” (Tengku Tonel 1920).
Tulisan diatas belum diterbitkan tapi, kebenarannya begitu adanya.
Adapun dat melayu riau dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu:
Adat sebenar adat
Adat yang diadatkan
Adat yang teradat.

Adat Sebenar Adat
Yang dimaksud dengan adat sebenar adat adalah prinsip adat melayu yang tak dapat diubah. Prinsip tersebut tersimpul dalam adat bersendikan syarak. Ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan hukum syara’ tidak boleh dipakai lagi dan hukum syara’ lah yang dominan. Di dalam berbagai ungkapan dinyatakan sebagai berikut :
Adat berwaris kepada nabi
Adat berkalifah kepada adam
Adat berinduk kepada ulama
Adat bersurat dalam kertas
Adat tersirat dalam sunnah
Adat dikungkung kitabullah
Itulah adat yang tahan banding
Itulah adat yang tahan asak.
Adat terconteng dilawang
Adat tak lekang oleh panas
Adat tak lapuk oleh hujan
Adat dianjal ;ayu diumbut mati
Adat ditanam tumbuh dikubur hidup
Kalau tinggi dipanjatnya
Bila rendah dijalarnya
Riak sampai ketebing
Umbutnya sampai kepangkal
Resamnya sampai kelaut lias
Sampai kepulau karam karaman
Sampai ketebing lembak lembakkan
Sampai ke arus yang berdengung
Kalau tali boleh diseret
Kalau rupa boleh dilihat
Kalau rasa boleh dimakan
Itulah adat sebenar adat.

Adat turun dari syara’
Diikat dengan hukum syareat
Itulah pusaka turun temurun
Warisan yang tak putus oleh cencang
Yang menjadi galang lembaga
Yang menjadi ico dengan pakaian
Yang digenggam di peselimut.

Adat yang keras tidak tertarik
Adat lunak tidak tersudu
Dibuntal singkat, direntang panjang
Kalau kendur berdenting denting
Kalau tegang berjela jela
Itulah sebenar adat.

Dari kutipan diatas jelaslah betapa bersebatinya adat melayu dengan ajaran islam. Dasar adat melayu menghendaki sandaran-sandarannya kepada sunnah Nabi dan kitab suci Al Qur’an. Prinsip itulah yang tak dapat diubah alih. Tak dapat dibuang apalagi dihilangkan. Itulah adat yang disebut adat sebenar adat.

Adat Yang Diadatkan
Adat ini dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku jika tidak diubah oleh penguasa berikutnya sesuai perkembangan zaman dan situasi yang mendesak dan dapatlah disamakan dengan “peraturan pelaksana” dari suatu ketentuan adat.
Perubahan itu terjadi karena untuk penyesuaian diri dengan perkembangan zaman dan perubahan pandangan dari pihak penguasa seperti kata pepata : “sekali air bah, sekali tepian beralih”.
Dalam ungkapan adat selalu dijumpai kata-kata seperti :
Adat yang diadatkan
Adat yang turun dari raja
Adat yang datang dari datuk
Adat yang cucur dari penghulu
Adat yang dibuat kemudian

Putus mufakat adt berubah
Bulat kata adat berganti
Sepanjang kain ia lekang
Beralih musim ia layu
Bertukar angin ia melayang
Bersalin baju ia tercampak
Adat yang dapat dibuat-buat
(nyanyian panjang dan bilang udang)

Dalam hal ini termasuk syarat dan sifat manusia yang baik dan ideal berdasarkan pandangan adat melayu seperti yang terdapat dalam ungkapan dibawah ini :

“sebermula adapun syarat menjadi raja itu sekurang-kurangnya mau atas empat perkara: pertama tama tua hati betul, dan kedua bermuka manis dan ketiga berlidah fasih dan keempat bertangan murah adanya. Demikian syarat sekurang-kurangnya bagi segala raja raja itu. Demikian lagi atas empa perkara jua adanya: pertama hukum yang adil, dan yang kedua hukum yan gmengasihani, dan ketiga hukum kekerasan dan yang keempat berani”. (Dr. Panuti H.M. Sujiman : 1983)

Selanjutnya petuah-petuah yang diajarkan oleh Raja Ali Haji dalam gurindam dua belasnya yang tekenal pula memberikan bimbingan kepada anggota masyarakat melayu sebagaimana mestinya orang melayu bersikap dan bertingkah laku sesuai yang diinginkan oleh adat melayu. Gurindam dua belas itu berisi dua belas pasal berisis tuntunan bagaiman sikaf yang diinginkan oleh adat melayu. Sebagai ilustrasi kami kutip beberapa pasal yaitu:
Pasal kelima
Jika hendak mengenal orang yang berbangsa
Lihat kepada budi dan bahasa

Jika hendak mengenal orang yang berbahagia
Sangat memelihara yang sia-sia

Jika hendak mengenal orang yan gmulialihat kepad kelakuan dia

Jika hendak mengenal orang berilmu
Bertanya dan belajar tidaklah jemu

Jika hendak mengenal orang berakal
Didalam dunia mengambil bekal

Jika hendak mengenal orang yang baik perangai
Lihat ketika bercampur dengan orang ramai

Pasal ke duabelas
Raja bermufakat dengan menteri
Seperti kebun berpagar duri

Betul hati kepada raja
Tanda jadi sembarang kerja

Hukum adil kepada rakyat
Tanda raja beroleh inayat

Kasihkan orang yang berilmu
Tanda rahmat atas dirimu

Hormat akan orang pandai
Tanda mengenalkasa dan cindai.

Selanjutnya oleh para penguasa (Raja) diatur hak-hak dan kewajiban para kaula menurut tingkat sosial mereka. Hak-hak istimewa raja dan para pembesar diatur seperti dalam bentuk rumah,bentuk dan warna pakaian, kedudukan dalam upacara-upacara dan larangan kepada rakyat biasa untuk memakai atau mempergunakan jenis yan gsama. Dengan demikian terciptalah ketentuan-ketentuan yang berisi suruhan dan tegahan atau pantangan.
Disamping itu juga tercipta kelas-kelas masyarakat yang pada umumnya terdiri dari :
Raja dan anak raja raja
Orang baik baik
Orang kebanyakan.

Stratifikasi dalam masyarakat melayu telah menciptakan pula hak dan kewajiban yang berbeda bagi tiap-tiap tingkatan tersebut. Sebagai contoh, kami kutif sebagai berikut:

“pasal yang menyatakan yang tertengah kepada adat raja- raja melayu, tiada boleh dipakai orang keluaran. Yaitu pertama rumah yang bersayap layang atau jamban atau pagar kampung yang tetutup diatasnya. Dan rumah beranak keluang, dan rumah yang berpintu sama tengahnyadan getah yang lima sulur bayungnya dan tilam berulas kuning dan berbantal yang bersibar kuning. Dan tikar berhuma kuning dan baju pandakpin- yaitula baju lepas-kuning. Dan tila pandak dan tudung hidangan kuning dan sapu tangan tuala kuning . dan memakai kain yang tipis bayang-bayang. Tiada boleh berpayung depan istana raja dan tiada boleh berkasut pada majlis balai raja. Dan tiada boleh membuang sapu tangan kepala dihadapan raja. Dan tidak boleh duduk bertelekan depan raja. Dan tiada boleh melintangkan keris ketika menghadap raja. Dan tiada boleh memakai hulu kerispanjang yang berkunam tutupnya. Dan tiada boleh membawa senjata yang tiada bersarung kehadapan raja besar. Dan jangan banyak tertawa-tawa depan raja dan jangan berkipas-kipas karena panas dihadapan raja. Dan jangan menyangkutkan kain atau baju atau sapu tangan diatas bahu dihadapan raja. Dan tatkala dudk pada majlis, jangan menentang kepada raja. Dan apakala raja itu menyorongkan sesuatu dari pada jenis makananatau piala minuman maka hendaklah segera disambut piala itu atau lainnya.. maka kita ambil siatu piala, letakkan kebawah maka piala itu disembahkan kewah duli seraya kita undur duduk pada tempat kita serta memberi hormat. Maka barulah kita minum atau makan. Bersalahan yang diangkat oleh penjawatnya tiada seperti itu adabnya melainkan sekedar maknlah dengan laku yang sederhana. Dan jika lagi kita mengurniai persalin akan kita ambil konokan pada tubuh kita yakni kita pakailah pakaian itu dihadapan majlis baginda itu juga serta memberi hormat kepada raja. Didalam itu jika kita tiada pakaipun boleh, tiada menjadi lkeji. Akan tetapi adalah kata melayu kurang adab namanya. (Dr. Panuti H.M. Sujiman : 1983)
Contoh lain saya kutip dari kitab Babul Qawaa’id dari kerajaan siak sri indrapura : B.Q. 1901:
Pasal keempat
“kuasa melarang orang yang hendak menghadap sri paduka sultan jikalau orang itu naik sahaja tidak memberi tahu kepada penghulu balai waktu sri paduka sultan bersemayam”.
Pasal lima
“kuasa melaranhg dengan keras sekalian orang besar besar, datuk datuk, pegawai pegawai, jurutulis jurutulis yang bekerja datang kebalai tiada memakai baju kot seluar pentelon sepatuh dan kupiah.
Pasal tujuh
Jikalau hamba rakyat atau barang siapa juga tiada dikecualikan orangnya hendak menghadap atau datang kebalai tiada boleh berkain gumbang seperti yang tersebut dalam ingat jabatab bahagian yang kesebelas pada pasal lima, maka jika berkah gumbang kuasa Penghulu Balai menghalaunya dikecuali jikalau orang terkejut tengah jalan karena hendak meminta pertolongan kepada polisi apa apa kesusahannya.
Ungkpan-ungkapan yang dikemukakan diatas adalah adat yang diadatkan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa adat itu mengalai perubahan dan perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Seorang tokoh yang ideal dizaman melaka ialah orang yang telah memenuhi empat sifat dan empat syarat. Akan tetapi dizaman kerajaan riau telah disempurnakan oleh Raja Ali Haji dan gurindam duabelasnya terdiri dari 12 pasal dan tiap-tiap pasak mengandalkan beberapa jenis sifat yang baik dan yang tak baik.
Ukuran sopan santun dizaman kerajaan melaka telah berkembang pula dizaman kerajaan siak sri indrapura yang menetapkan bahwa semua pejabat kerajaan diharuskan berpakaian sesuai perkembangan zaman yaitu pakai baju kot da seluar pentalon.
Dalam proses perjalanan sejarah adat istiadat melayu maka adat yang diadatkan mengalami berbagai perubahab dan variasi.
Hampir dapat dipastikan bahwa adat ini adat yang palimng banyak ragamnya, sesuai dengan wilayah dimana ia tumbuh dan berkembang. Adat yang diadatkan yang terdapat didaerah riau beragam ragam karena didaerah riau ini pernah terdapat banyak kerajaaan kerajaan yang tersebar sejak dari kepulauan sampai kehulu-hulu sungainya. Tiap-tiap kerajaan tentulah mempunyai corak dan variasi sendiri-sendiri, yang disesuaikan dengan kondisi dan later belakang sejarahnya serta pengaruh-pengaruh yang masuk kesana.
Adat Yang Teradat
Adat ini merupakan konsensus bersama yang dirasakan cukup baiksebagai pedoman dalam menentukan sikaf dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Konsensus itu dijadikan konsensus bersama, sehingga merupaka kebiasaan turun temurun. Oleh sebab itu maka adat yang teradat inipun dapat berubah-ubah sesuai dengan nilai-nilai baru yang berkembang kemudian. Tingkat adat inilah yang disebut sebagai tradisi. Didalam ungkapan adat disebutkan sebagai berikut:
Adat yanf teradat
Datang tidak bercerita
Pergi tidak terbakar

Adat disarung tidak berjahit
Adat berkelindan tidak bersimpul
Adat berjarum tidak berbenang
Yang terbawa burung lalu
Yang tumbuh tidak ditanam
Yang kembang tidak berkuntum
Yang bertunas tidak berpucuk

Adat yang datang kemudian
Yang diseret jalan panjang
Yang bertebggek disampan lalu
Yang berlabuh tidak bersauh
Yang berakar berurat tunggang
Itulah adat sementara
Adat yang dapat dialih-alih
Adat yagn dapat ditukar salin.

Pelanggaran terhadap adat ini sanksinya tidaklah seberat pada kedua tingkat adat yang disebutkan diatasnya. Jika terjadi pelanggaran, maka orang yang melanggarnya itu hanya diberikan tegoran atau nasehat oleh pemangku adat atau oleh orang-orang yang dituakan dalam masyarakat. Namun demikian, sipelanggar tetap dianggap sebagai seseorang yang kurang adab atau tidak tahu adat. Oleh jarena jetentuan-ketentuan adat ini biasanya tidak tertulis, maka pengukuhannya dilestarikan dalam ungkapan yang disebut pepatah adat atau undang adat. Apabila terjadi sesuatu kasus, diadakan musyawarah. Dalam musyawarah itu digunakan ungkapan adat yang disebut bilang undang.
Hal ini dijelaskan dalam ungkapan sebagai berikut:

Rumah ada adatnya
Tepian ada bahasanya
Tebing ditingkat dengan undang
Negeri dihuni dengan lembaga
Kampung dikungkung dengan adat

Kayu besar berkayu kecil
Kayu kecil beranak laras
Laut seperintah raja
Rantau seperintah datuk
Kuhaj seperintah penghulu
Ulayat seperintah batin

Anak rumah tangga rumah
Berselaras tangga turun
Bertelaga tangga naik
Pusaka banyak pusaka
Pusaka diatas tumbuh
Hilang adat karena dibuat
Hilang lembaga karena diikat.

Selanjutnya undang tersebut mempunyai sifat-sifat petunjuk sebagaiman yang tersirat dalam ungkapan sebagai berikut :

Hukum sipalu-palu ular
Ular dipalu tidak mati
Kayu pemalu tidak petah
Rumput dipalu tidak layu
Tanah terpalu tidak lembang

Hulum jatuh benar terletak
Gelak berderai timbal balik

Undang menarik rambut dalam tepung
Rambut ditarek tidak putus
Tepung tertarik tidak berserak

Minta wasiat kepada yang tua
Minta petua kepada yang akim
Minta akal kepada yang cerdik

Minta daulat kepada raja
Minta suara kepada enggang
Minta ji\\kuat kepada gajah

Yang kesat diamplas
Yang keruh dijernihlan
Yang kusut diuraikan.

Ungkapan-ungkapan adat ini sangat banyak sehingga tak dapat dikemukakan semuanya disini. Dapatlah disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan adat yang lebih dikenal sebagaimana hukum tidak tertulis telah diwariskan dalam bentuk undang-undang, ungkapan atau pepatah petitih.


ADAT ISTIADAT DALAM PERGAULAN ORANG MELAYU DIRIAU
Interakst sosial antara sesama warga negara dalam mayarakat majemuk itu menuntut kerangka rujukan maupun mekanisme pengendali yang mampu memberikan arah dan makna kehidupan masyarakat yaitu kebudayaan yang dapat menjembatani pergaulan sesama warga negara.
Adat istiadat merupakan pola sopan santun dalam pergaulan orang melayu di Riau ini sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasionalatau menjadi pola pergaulan antar sesama warga negara.
Bahasa melayu yang telah menjadi bahasa nasional indonesia mengikut sertakan pula pepatah-pepatah, ungkapan –ungkapan , peribahasa-peribahasa, pantun pantun, seloka seloka dan sebagainya, yang hidup dalam masyarakat melayu dan mengandung ajaran, tuntunan tuntunan dan falsafah telah pula diangkat menjadi milik nasional dan dipahami oleh semua warga negara Indonesia. Fatwa-fatwa yang diajarkan melalui pepatah, peribahasa dan sebagainya itu telah membudaya diseluruh indonesia, sehingga tidak mudah lagi kita untuk mengadakan klasifikasi pepatah dan peribahasadan peribahasa mana yang berasal dari melayu yang mana bukan.
Dalam masyarakat melayu riau sikaf dan tingkah laku yang baik telah diajarka sejak dari buaian hingga dewasa. Sikaf dan tingkah laku sebagaimana yang telah diajarkan dalam P4 sama dengan ajaran yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dalam masyarakat melayu riau. Selain diajarkan secara lisan, juga dikembangkan melalui tulisan-tulisan. Raja Ali Haji pujanggaan besar riau telah banyak meninggalkan ajaran-ajarannya seperti GURINDAM DUA BELA, SAMARATUL MUHIMMAH dan banyak manuskrip-manuskrip lainnya lagi.
Sopan santun dalam pergaulan antara sesama masyarakat menyangkut beberapa masalah, yaitu tingkah laku, tutur bahasa, kesopanan berpakian, sikaf menghadapi orang tua/ sebaya, orang yang lebih muda, para pembesar dan sebagainya. Semuanya tercermin dalam TUNJUK AJAR MELAYU yang dikarang oleh Tenas Effendi.
Tingkah laku yang terpuji adalah yang bersifat sederhana. Pola hidup sederhana yang dicanangkan oleh pemerintah republik indonesia sejalan benar dengan sifat idealnya orang melayu. Dalam hal ini kami mengutip penggalan kitab : adat Raja-raja melayu. (Dr. Panuti H.M. sujiman :1983)
“syahdan maka lagi adalah yang dikehendaki oleh istiadat orang melayu itu dan dibilang orang yangmajlis yaitu apabila ada ia mengada ia atas sesuatu kelakuan melainkan dengan pertengahan jua adanya. Yakni dari pada segala kelakuan dan perbuatan dan pakaian dan perkataan dan makanan dan perjalanan, sekalian itu tiada dengan berlebihan lebihan dan kekurangan, melainkan sekaliannya itu diadakan dengan keadaan yang sederhana jua adanya. Maka orang itulah yang dibilang anak yang majelis. Tambahan pula dengan adab pandai ia menyimpan dirinya. Maka tambah tambahan landib atau sindib adanya, seperti kata hukama:”hendaklah kamu hukumkan kerongkongan kamu tat kala dalam majlis makan, dan hukumlah matamu tat kala melihat perempuan, dan tegahkan lidahmu dari pada banyak perkataan yang sia-sia dan tulikan telingamu dari pada perkataan yang keji-keji. Maka apabila sampailah seseorang kepada segala syarat ini ia itulah orang yang majlis namanya.” Kesederhanaan memang sudah menjadi sifat dasar orang melayu sehingga terkadang karena salah bawa menjadi sangat berlebihan. Kesederhanaan ini menbawa sifat ramah dan toleransi yang tinggi dala pergaulan. Kesederhanaan ini pula digambarkan dalam pepatah : “mandi dihilir-hilir, berkata dibawah-bawah”. Ibarat padi, kian berisi kian runduk.”

Gotong royong dan seiya sekata sangat dianjurkan. Banyak pepatah dan ungkapan yang menjadi falsapah hidup orang melayuyang hidup sampai saat ini, diantaranya :
“Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing

Kebukit sama mendaki
Kelurah sama menurun

Hati gajah sama dilapah
Hati tungau sama dicecah

Hidup jelang menjelang
Sakit jenguk menjenguk

Lapang sama berlegar
Sempit sama berhimpit

Lebih beri memberi
Kalau berjalan beriringan
Yang dulu jangan menunjang

Yang tengah jangan membelok
Yang dibelakang jangan menumit

Yang lupa diingatkan
Yang bengkok diluruskan
Yang tidur dijagakan
Yang salah tegor menegor
Yang rendah angkat mengangkat
Yang tinggi junjung menjunjung

Yang tua memberi wasiatyang alim memeberi amanat
Yang berani memberi kuat
Yang berkuasa memberi daulat

Kuat lidi karena diikat
Kuat hati karena mufakat.

Banyak lagi ungkapan-ungkapan yang menyangkut masalah kebersamaan ini, oleh karena itumasalah gotong royong dan kerukunan bersama merupakan soal penting dalam pergaulan orang melayu.

Tutr kata
Dalam bertutur kata banyak dijumpai masehat-nasehat atau ungkapan-ungkapan karena pengaruh kata-kata sangat besar efeknya bagi keserasian pergaulan, “bahasa menunjukkan bangsa”. Perkataan bangsa disini dimaksud adalah “orang baik-baik” atau orang berderajat yang juga disebut orang berbangsa. Orang baik-baik tetu mengeluarkan kata-kata yang baik tekanan suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang yang menggunakan kata-kata kasar dan tidak senonoh, tentulah orang yang tidak berbangsa atau sangat rendah derajatnya.
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, oleh karena itu selalu disebut budi bahasa. Si anu baik budinya. Dengan demikian, maka ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata-katanya.

Hidup sekandang sehalaman
Tidak boleh tengking menengking
Tidak boleh tindih menindih
Tidak boleh dendam kesumat

Pantang membuka aib orang
Merobek baju dibadan
Menepuk air didulang

Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa

Pedas lada hingga kemulut
Pedas kata menyemput maut

Bisa ular pada taringnya
Bisa lebah pad sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya

Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padaannya

Karena kata-kata dan ungkapan-ungkapan memegang peranan yang penting dalam pergaulan, maka masalah ini selalu dberikan tuntunan agar kerukunan tetap dapat dipelihara. Tinggi rendahnya budi seseorang diukur dari cara ia berkata-kata. Menjadi aiblah kiranya jika seseorang mengeluarkan kata-kata yang salah. Seperti kata pepatah :”biar salah kain asal jangan salah cakap”

Sopan santun berpakaian
Dari pepatatah diatas: biar salah kain daripada salah cakap, dapat pula diartikan bahwa salah kain merupakan aib juga. Dalam masyarakat melayu, kesempurnaan berpakaian merupakan ukuran tinggi rendahnya budaya seseorang. Makin tinggi kebudayaannya, akan semakin sempurna pakaiannya. Selain itu, sopan santun berpakaian menurut islam telah menyatu dengan adat.
Oraang yang sopan akan sempurna pakaiannya, tidak bertelanjang dada dan tidak terbuka lutut seperti terdapat dalam ungkapan :

Elok sanggam menutup malu
Sanggam dipakai helat jamu
Elok dipakai berpatut-patut
Letak tidak membuka aib

Orang melayu sejak dahulu sudah mengenal mode, terbukti dengan adanya berjenis-jenis pakaian, baik pakaian pria maupun wanita. Demikian pula perhiasan-perhiasan sebagai pelengkap berpakaian. Penutup kepala bagi laki-laki yang disebut tengkolok atau tanjak terdapat tidak kurang 42 jenis ikatan.
Pakaian daerah atau pakaian tradisaonal terdapat bermacam-macam dan cara memakainyapun disesuaikan dengankeperluan dan semuanya ada kode etiknya.
Seluar panjang semata kaki
Goyang bergoyang ditutup angin
Kibarnya tidak lebih dari sejengkal
Pisaknya tidak dalamamat
Elok sanggam menutup malu
Kalau melangkah tidak menyemak
Kalua duduk tidak menyesak
Kaki diberi awan awanan
Bekelingking berbenang emas
Bayang membayang pucuk rebung
Tabur bertabur tampuk manggis
Elok dipakai dalam majlis
Sanggam dipakai helat jamu
Patut bertempat nikah kawin

Peratama disebut teluk belanga
Tebuk leher bertulang belut
Cengkam dijalin menjadi lipan

Buah baju tunggal tunggalan
Kalau bulatr menelur burung
Kalau bertangkai menudung petai
Atau bermata bagai cincin
Labuhnya sampai segenggam tanah
Lebar dapat kipas berkipas
Lapang tidak menyangkut ranting

Kedua kain tenun menenun
Bertabuh berkepala emas
Tabur berserak bunga hutan
Kepala pekat berpucuk rebung
Dipakai dalam helat jamu

Dalam majlis yang patut –patut
Kalau dibuat kain samping
Kepala kain sebelah kanan
Atau membelit kepala belakang
Kalau dipakai labuh-labuhan
Kepala terletak dibelakang. (Tenas erEffendy)

Sebagaimana yang telah kami ungkapkan dibagian depan, kerajaan Siak Sri Indrapura tela menetapkan dalam Babul Qawaa’id, bagaimana seharusnya berpakaian bagi para pejabat yang bekerja dibalai. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam pergaulan orang melayu diriau, kesopanan berpakaian ini tidak boleh diabaikan.

Adat Dalam Pergaulan
Adap dan sopan santun dalam pergaua\lan. Kerangka acuan adalah norma-norma islam yang telah melembaga menjadi adat. Terdapat banyak pantang larang dan hal-hal yang dianggap sumbang. Pelanggaran dalam hal ini menimbulkan aib yang besar dan sipelanggar dianggap tidak beradap.
Ada yang sumbang dipandang mata, sumbang sikaf, sumbang kata yang pada umumnya disebut itdak baik. Karakter masyarakat dibentuk oleh norma-norma ini.
Dengan demikian maka terciptalah pola sikap dalam pergaulan, sebagaimana sikaf terhadap orang tua-tua, terhadap ibu bapak, terhadap penguasa atau pejabat, terhadap orang sebaya, terhadap orang yan glebih muda, antara laki-laki dan perempuan, bertamu kerumah orang, dalam upacara dan sebagainya. Sebagai tuntunan, banyak ungkapan-ungkapan yang kita jumpai dalam masyarakat, diantaranya kami kutip sebagai berikut:
Guru kencing berdiri
Murid kencing berlari

Kalau menyengat kupiah imam
Akan melintan gkupiah makmum

Berseloroh sama sebaya
Berunding sama setara

Bergelut dihalaman
Berunding dirumah

Berbuat baik berpada-pada
Berbuat jahat jangan sekali

Yang patut dipatutkan
Yang tua dituakan

Yang berbangsa dibangsakan
Yang berbahasa dibahasakan

Kalau lepas kehalaman orang
Berkata dulu agak sepatah
Memberi tahu orang dirumah
Entah oran gsalah duduk
Entah orang salah tegak
Entah orang salah kain.

Kalau betina turun ditangga
Surut selangkah kita dahulikan
Jangan bersinggung turun naik

Kalau haus dikampung orang
Haus boleh minta air
Lapar boleh minta nasi

Tapi terbatas hingga dipintu
Sebelah kaki berjuntai
Sebelah boleh diatas bendul

Dimana bumi dipijak
Dimana air disauk
Dimana ranting dipatah
Disitu langit dijunjung. (Tenas Effendy)

Sangat banyak ungkapan-ungkapan dantak mungkin dikemukakan semuanya pada lembaran ini. Semua tentang etika pergaulan sudah ditulis oleh Tenas Effendy dalam buku yang berjudul Tujuk ajar melayu. Tetapi jelaslah bahwa dalam masyarakat mlayu riau, etiket dalam pergaulan sangat dipentingkan.

Penutup
1. adat istiadat melayu riau tidak lah statis dan tertutup untuk mengikuti perkembangan zaman dengan kerangka rujukan adat bersendikan syarak
2. etika pergaulan orang melayu riau telah memberikan saham dalam pergaulan antar Warga Negara Indonersia.
3. ajaran sopan santun yang dahulu diajarkan dari dalam buaian, pada masa ahir-ahir ini telah diabaikan. Oleh sebab itu, perlulah kebiasaan ini dipulihkan dengan cara-cara yang lebih sesuaidengan keadaan sekarang, diantaranya dengan cara :
a. ungkapan-ungkapn dan pepatah-pepatah yang mengandung adab sopan santun perlu dihidupkan kembali dan disebar luaskan (melalui media massa).
b. Menterjemahkan ungkapan-ungkapan, pepatah-pepatah dan manuskrip-manuskrip yang mengandung ajaran-ajaran untuk disebar luaskan.
c. Menulis buku pelajaran mulai dari tingkat dasar yang mengajarkan adap sopan santun dengan kerangkarujukan falsapah dan nilai yang terkandung dalam pepatah-pepatah, ungkapan-ungkapan, pantun-pantun dan sebagainya.

bimbingan konseling

PENGERTIAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Pelayanan bantuan untuk peserta didik baik individu/kelompok agar mandiri dan berkembang secara optimal dalam hubungan pribadi, sosial, belajar, karir; melalui berbagai jenis layanan dan kegiatan pendukung atas dasar norma-norma yang berlaku.
TUJUAN BIMBINGAN DAN KONSELING
Membantu memandirikan peserta didik dan mengembangkan potensi-potensi mereka secara optimal.
FUNGSI BIMBINGAN KONSELING
1. Fungsi Pemahaman
2. Fungsi Pencegahan
3. Fungsi Pengentasan
4. Fungsi Pemeliharaan dan Pengembangan
5. Fungsi Advokasi
PRINSIP-PRINSIP BIMBINGAN DAN KONSELING
1. Prinsip yang berkenaan dengan sasaran layanan; (1) non diskriminasi, (2) individu dinamis dan unik (3) tahap & aspek perkembangan individu, (4) perbedaan individual.
2. Prinsip berkenaan dengan permasalahan individu; (1) kondisi mental individu terhadap lingkungan sosialnya, (2) kesenjangan sosial, ekonomi, dan budaya.
3. Prinsip berkenaan dengan program layanan; (1) bagian integral pendidikan, (2) fleksibel & adaptif (3) berkelanjutan (4) penilaian teratur & terarah
4. Prinsip berkenaan dengan tujuan dan pelaksanaan pelayanan; (1) pengembangan individu agar mandiri (2) keputusan sukarela (3) ditangani oleh profesional & kompeten, (4) kerjasama antar pihak terkait, (5) pemanfaatan maksimal dari hasil penilaian/pengukuran
ASAS BIMBINGAN DAN KONSELING
a. Asas Kerahasiaan
b. Asas Kesukarelaan
c. Asas Keterbukaan
d. Asas Kegiatan
e. Asas Kekinian
f. Asas Kedinamisan
g. Asas Keterpaduan
h. Asas Kenormatifan
i. Asas Keahlian
j. Asas Kemandirian
k. Asas Alih Tangan Kasus
l. Asas Tutwuri Handayani
PARADIGMA BIMBINGAN DAN KONSELING
1. BK merupakan pelayanan psiko-paedagogis dalam bingkai budaya Indonesia dan religius.
2. Arah BK mengembangkan kompetensi siswa untuk mampu memenuhi tugas-tugas perkembangannya secara optimal.
3. Membantu siswa agar mampu mengatasi berbagai permasalahan yang mengganggu dan menghambat perkembangannya.
VISI BIMBINGAN DAN KONSELING
Terwujudnya perkembangan diri dan kemandirian secara optimal dengan hakekat kemanusiaannya sebagai hamba Tuhan YME, sebagai makhluk individu, dan makhluk sosial dalam berhubungan dengan manusia dan alam semesta.
MISI BIMBINGAN DAN KONSELING
Menunjang perkembangan diri dan kemandirian siswa untuk dapat menjalani kehidupannya sehari-hari sebagai siswa secara efektif, kreatif, dan dinamis serta memiliki kecakapan hidup untuk masa depan karir dalam:
1. Beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan YME;
2. Pemahaman perkembangan diri dan lingkungan;
3. Pengarahan diri ke arah dimensi spiritual;
4. Pengambilan keputusan berdasarkan IQ, EQ, dan SQ; dan
5. Pengaktualisasian diri secara optimal.
TUGAS-TUGAS PERKEMBANGAN SISWA SMA
1. Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME;
2. Mencapai kematangan dalam hubungan antar teman sebaya, serta peranannya sebagai pria atau wanita;
3. Mencapai kematangan pertumbuhan Jasmani Sehat;
4. Mengembangkan penguasaan ilmu, teknologi dan seni sesuai dengan program kurikulum dan persiapan karir atau melanjutkan pendidikan tinggi, serta berperan dalam kehidupan masyarakat yang lebih luas;
5. Mencapai kematangan dalam pilihan karir;
6. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan mandiri baik secara emosional, sosial, intelektual, dan ekonomi;
7. Mencapai kematangan gambaran dan sikap tentang kehidupan berkeluarga, bermasyarakat, dan bernegara;
8. Mengembangkan kemampuan komunikasi sosial dan intelektual, serta apresiasi seni;
9. Mencapai kematangan dalam etika sistem dan nilai.
PROFIL KOMPETENSI LULUSAN SMA
ASPEK AFEKTIF
Siswa memiliki :
1. Keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa sesuai ajaran agama masing-masing.
2. Memiliki nilai-nilai etika dan estetika.
3. Memiliki nilai-nilai demokrasi, toleransi dan humaniora.
ASPEK KOGNITIF
Menguasai ilmu, teknologi dan kemampuan akademik untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi.
ASPEK PSIKOMOTOR
1. Memiliki keterampilan berkomunikasi, kecakapan hidup dan mampu beradaptasi dengan perkembangan lingkungan sosial, budaya dan lingkungan alam baik lokal, regional, maupun global.
2. Memiliki kesehatan jasmani dan rohani yang bermanfaat untuk melaksanakan tugas/kegiatan sehari-hari.
PENGEMBANGAN KOMPETENSI MELALUI BIMBINGAN KONSELING
1. Perhatikan masing-masing butir tugas-tugas perkembangan siswa SLTA dan profil lulusan SLTA
2. Kembangkan butir tersebut kedalam bidang-bidang Bimbingan Konseling (Pribadi, Sosial, Belajar, Karir)
3. Rumuskan setiap pengembangan butir ke dalam bentuk kompetensi-kompetensi yang diharapkan
4. Tentukan materi yang akan diberikan untuk mencapai kompetensi yang telah dirumuskan
5. Pilihlah kegiatan layanan, kegiatan pendukung dan penilaian yang relevan dengan kompetensi.
1. BIMBINGAN PRIBADI SISWA SLTA
1. Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
2. Pemantapan pemahaman tentang kekuatan diri dan pengembangannya untuk kegiatan yang kreatif dan produktif.
3. Pemantapan pemahaman tentang bakat dan minat pribadi serta dalam penyaluran dan pengembangannya.
4. Pemantapan pemahaman tentang kelemahan diri dan usaha-usaha penanggulangannya.
5. Pemantapan kemampuan dalam mengambil keputusan.
6. Pengembangan kemampuan mengarahkan diri sesuai dengan keputusan yang telah diambilnya.
7. Pemantapan dalam perencanaan dan penyelenggaraan hidup sehat, baik secara rohaniah maupun jasmaniah.
2. BIMBINGAN SOSIAL SISWA SLTA
1. Pemantapan kemampuan berkomunikasi, baik lisan maupun tulisan secara efektif.
2. Pemantapan kemampuan menerima dan mengemukakan pendapat serta berargumentasi secara dinamis, kreatif, dan produktif.
3. Pemantapan kemampuan bersikap dalam berhubungan sosial, baik di rumah, sekolah, tempat bekerja maupun dalam masyarakat.
4. Pemantapan kemampuan pengembangan kecerdasan emosi dalam hubungan yang dinamis, harmonis dan produktif dengan teman sebaya baik di lingkungan sekolah yang sama maupun di luar sekolah.
5. Pemantapan pemahaman tentang peraturan, kondisi sekolah dan upaya pelaksanaanya secara dinamis serta bertanggung jawab.
6. Orientasi tentang hidup berkeluarga.
3. BIMBINGAN BELAJAR SISWA SLTA
1. Pemantapan sikap dan kebiasaan dan keterampilan belajar yang efektif, efisien serta produktif, dengan sumber belajar yang lebih bervariasi.
2. Pemantapan disiplin belajar dan berlatih, baik secara mandiri maupun kelompok.
3. Pemantapan penguasaan materi program belajar di sekolah lanjutan tingkat atas sesuai dengan perkembangan ilmu, teknologi dan kesenian.
4. Pemahaman dan pemanfaatan kondisi fisik, sosial dan budaya yang ada di sekolah, lingkungan sekitar dan masyarakat secara luas.
5. Orientasi belajar untuk pendidikan tambahan dan pendidikan yang lebih tinggi.
4. BIMBINGAN KARIR SISWA SMA
1. Pemantapan pemahaman diri berkenaan dengan kecenderungan karir yang hendak dikembangkan
2. Pemantapan orientasi dan informasi karir pada umumnya, khususnya karir yang hendak dikembangkan
3. Pemantapan pengembangan diri berdasarkan IQ, EQ dan SQ untuk pengambilan keputusan pemilihan karir sesuai dengan potensi yang dimilikinya
4. Orientasi dan informasi terhadap dunia kerja dan usaha memperoleh penghasilan untuk memenuhi kepentingan hidup
5. Orientasi dan informasi terhadap pendidikan yang lebih tinggi, khususnya sesuai dengan karir yang hendak dikembangkan
PENGENALAN DIRI DAN LINGKUNGAN SERTA PENGEMBANGAN DIRI DAN KARIR
1. Siswa mengenal dan memahami siapa dirinya.
2. Siswa mengenal dan memahami lingkungannya, meliputi lingkungan keluarga, tetangga, sekolah, sosial, budaya dan masyarakat.
3. Pengenalan dan pemahaman terhadap diri sendiri dan lingkungan itu dikerahkan untuk pengembangan diri siswa dalam segenap aspek pribadinya, termasuk pegembangan arah karir yang hendak diraihnya dimasa yang akan datang.
LAYANAN ORIENTASI
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memahami lingkungan yang baru dimasuki, untuk mempermudah dan memperlancar berperannya peserta didik di lingkungan yang baru itu
LAYANAN INFORMASI
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik menerima dan memahami berbagai informasi yang dapat dipergunakan sebagai bahan pertimbangan dan pengambilan keputusan untuk kepentingan peserta didik.
LAYANAN PEMBELAJARAN
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik mengembangkan diri berkenaan dengan sikap dan kebiasaan yang baik, materi belajar yang cocok dengan kecepatan dan kesulitan belajarnya, serta berbagai aspek tujuan dan kegiatan belajar lainnya.
LAYANAN PENEMPATAN DAN PENYALURAN
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memperoleh penempatan dan penyaluran yang tepat (di dalam kelas, kelompok belajar, program studi, program latihan, magang, ko/ekstra kurikuler, dll) sesuai dengan potensi, bakat dan minat, serta kondisi pribadinya.
LAYANAN KONSELING PERORANGAN
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik mendapatkan layanan langsung tatap muka (secara perorangan) dengan guru pembimbing dalam rangka pembahasan dan pengentasan masalah pribadi yang dideritanya.
LAYANAN BIMBINGAN KELOMPOK
Layanan BK yang memungkinkan sejumlah peserta didik secara bersama-sama melalui dinamika kelompok memperoleh berbagai bahan dari nara sumber tertentu dan/atau membahas secara bersama-sama pokok bahasan (topik) tertentu yang berguna untuk menunjang pemahaman dan kehidupannya mereka sehari-hari dan/atau untuk pengembangan diri baik sebagai individu maupun sebagai siswa, dan untuk pengembilan keputusan dan/atau tindakan tertentu.
LAYANAN KONSELING KELOMPOK
Layanan BK yang memungkinkan peserta didik memperoleh kesempatan untuk pembahasan dan pengentasan masalah yang dialaminya melalui dinamika kelompok; masalah yang dibahas itu adalah masalah-masalah pribadi yang dialami oleh masing-masing anggota kelompok.
KEGIATAN PENDUKUNG BIMBINGAN DAN KONSELING
1. APLIKASI INSTRUMENTASI BK (TES/ NON-TES)
2. HIMPUNAN DATA (PRIBADI SISWA, PRESTASI, OBSERVASI, ABSENSI, CATATAN KEJADIAN)
3. KONFERENSI KASUS
4. KUNJUNGAN RUMAH
5. ALIH TANGAN KASUS
APLIKASI INSTRUMENTASI
Kegiatan pendukung BK untuk mengumpulkan data dan keterangan tentang diri dan lingkungan peserta didik. Pengumpulan data ini dapat dilakukan dengan berbagai instrumen, baik tes maupun non tes.
HIMPUNAN DATA
Kegiatan pendukung BK untuk menghimpun seluruh data dan keterangan yang relevan dengan keperluan pengembangan peserta didik. Himpunan data perlu diselenggarakan secara berkelanjutan, sistematik, komprehensif, terpadu, dan sifatnya tertutup.
KONFERENSI KASUS
Kegiatan pendukung BK untuk membahas permasalahan yang dialami oleh peserta dalam suatu forum pertemuan yang dihadiri oleh berbagai fihak yang diharapkan dapat memberikan bahan, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan tersebut. Pertemuan dalam rangka konferensi kasus bersifat terbatas dan tertutup.
KUNJUNGAN RUMAH
Kegiatan pendukung BK untuk memperoleh data, keterangan, kemudahan dan komitmen bagi terentaskannya permasalahan peserta didik melalui kunjungan ke rumahnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang penuh dari orang tua dan anggota keluarga lainnya.
ALIH TANGAN KASUS
Kegiatan pendukung BK untuk mendapatkan penanganan yang lebih tepat dan tuntas atas masalah yang dialami peserta didik dengan memindahkan penanganan kasus dari satu pihak ke pihak lainnya. Kegiatan ini memerlukan kerjasama yang erat dan mantap antara berbagai pihak yang dapat memberikan bantuan atas penanganan masalah tersebut
KETENAGAAN DALAM PENGELOLAAN PROGRAM BK
Guru BK:
Konselor, adalah guru yang berlatar-belakang pendidikan BK yang melakukan: perencanaan, pelaksanaan, evaluasi/ penilaian, analisis, dan tindak lanjut program dan kegiatan layanan BK.
Guru Pembimbing, adalah Konselor dan Guru yang ditugaskan dalam penyelenggaraan bimbingan.
Guru Mata Pelajaran, adalah mitra kerja Guru BK dalam pelaksanaan program BK.
Wali Kelas, adalah mitra kerja dalam pelayanan BK. Kepala Sekolah, adalah penanggung jawab menyeluruh kegiatan sekolah, termasuk kegiatan BK.
PENYUSUNAN PROGRAM BIMBINGAN DAN KONSELING
Didasarkan KEBUTUHAN NYATA siswa LENGKAP dan MENYELURUH (memuat segenap fungsi BK) SISTEMATIS (disusun menurut urutan logis, singkron, dan tidak tumpang tindih). TERBUKA dan LUWES (mudah menerima masukan tanpa harus merombah program secara menyeluruh) Memungkinkan KERJASAMA dengan pihak terkait lDimungkinkan PENILAIAN dan TINDAK LANJUT.
PERMASALAHAN
Penyusunan Program BK, tidak didasarkan pada kebutuhan nyata siswa. Pelaksanaan Program BK
1. Tidak adanya jam masuk kelas
2. Kurangnya sarana dan prasarana
3. Masih adanya tugas-tugas yang mestinya bukan tanggung jawab guru BK.
4. Belum adanya kepercayaan terhadap guru BK
5. Penilaian BK, masih bervariasinya sistem penilaian dalam BK.
CONTOH PENGEMBANGAN SILABUS
Tugas perkembangan I
Mencapai kematangan dalam beriman dan bertaqwa kepada Tuhan YME.
Bidang Bimbingan Pribadi
Pemantapan sikap dan kebiasaan serta pengembangan wawasan dalam beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Rumusan Kompetensi :
Memahamin secara lebih luas dan mendalam kaidah-kaidah ajaran agama yang dianutnya.
Materi Pengembangan Kompetensi
Macam-macam kaidah ajaran agama.
Kelas : X – XII
Kegiatan Layanan : Orientasi dan Informasi
Kegiatan Pendukung : Aplikasi Instrumentasi, Himpunan Data
Penilaian : Laijapen, Laijapan
Keterangan : Bekerjasama dengan Guru Agama