BAB VI
Adat-Istiadat Dalam Pergaulan Orang Melayu
(Oleh : Wirman Susandi dan Misran)
Ringkasan.
Orang melayu mengaku identitas kepribadiannya yang utama adalah: adat-istiadat melayu, berbahasa melayu dan beragama islam. Dengan demikian seseorang yang mengaku dirinya sebagai orang melayuharuslah beradat istiadat melayu, berbahasa mekayu dan beragama islam. Diluar dari ketiga ciri terutama kepribadian orang melayu tersebut, agama islamlah yang menjadi dasar(fondasi) pokok. Agama islam inilah yang menjadi sumber adat-istiadat melayu. Oleh karena itulah adat istiadat melayu riau bersendikan syara’ dan syara’ bersendikan kitabullah.
Bahasa melayu merupakan cikal bakal bahasa persatuan bangsa indonesia. Maka melalui bahasa melayu ungkapan-ungkapan, pepatah, perumpamaan, pantun, syair dan sebagainya) telah tersirat pula norama-norma sopan santun dari pergaulan yang memberi corak tata pergaulan nasional.
Pendahuluan
Orang melayu menetapkan identitasnya sebagai orang melayu denagan tiga ciri pokok; berbahasa mekayu, beradat melayu dan beragama islam.
Dalam makalah ini kami akan mengemukakan beberapa hal pokok yang berkaitan dengan salah satu ciri dengan identitas melayu yang pokok tersebut yaitu adat-istiadat melayu riau.
Dakam membahas adat-istiadat melayu riau ini kami mengalami beberapa kesulitan terutama disebabkan kurangnya sumber berupa buku-buku tentang adat-istiadat orang melayu maupun informasi yang benar-benar dapat menunjang penulisan makalah ini. Seperti yang diketahui segala hal yang bersangkutan dengan adat-istiadat melayu belum banyak ditulis atau dicatat dengan jelas.
Sejak dari dulu kala segala ketentuan adat istiadat disampaikan secara lisan dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pada saat ini penyampaian ketentuan adat hanyalah terbatas kepada adat sopan santun saja.
Agar dapat memahami adat istiadat yang berlaku dalam pergaulan, maka perlu terlebih dahulu memahami sumbernya yaitu adat yang disebut adat sebenar adat.
Sebelum kami membahas apa yang dimaksud adat sebenar adat, terlebih dahulu dibahas apa yang dimaksud dengan adat.
Telah banyak buku-buku yang ditulis mengenai adat ini baik oleh ahli-ahli bangsa indonesia sendiri maupun ahli-ahli asing yang tercantum pula dalam Kamus-Kamus Bahasa Indonesia (baca melayu) dan Ensiklopedi-Ensiklopedi. Akan tetapi kami berpendapat bahwa semua buku-buku itu tidaklah dapat menjawab tuntas apa sebenarnya yang dimaksud dengan “ADAT” itu secara fundamental.
Pengertian Adat Secara Umum
Banyak orang keliru terhadap pengertian adat, terutama generasi muda. Adat diartikan sama dengan kebiasaan lama dan kuno. Kalau mendengar perkataan “adat” maka yang terbayang dalam khayalannya adalah: orang tua-tua berpakaian daerah atau upacara perkawinan dan upacara-upacara lainnya.oleh karena itu janganlah heran jika media massapun selalu keliru, sehingga pakaian daerah disebut pakaian adat atau rumah yang berbentuk khas daerah disebut rumah adat. Tegasnya apa yang berbentuk daerah disebut adat.
Menurut ensiklopedi umum perkataan adat diartikan sebagai berikut : aturan-aturan tentang beberapa segi kehidupan manusia yang tumbuh dari usaha orang dalam suatu daerah yang berbentuk di indonesia sebagai kelompok sosial untuk mengatur tata tertib tingkah laku anggota masyarakatnya. Di indonesia aturan-aturan tentang segi kehidupan itu menjadi aturan hukum yang mengikat dan disebut hukum adat. (ensiklopedi umum : 19 + 3)
Pengertian mengenai adat disini sangatlah terbatas karena dikatakan “aturan-aturan tentang beberapa segi lehidupan” saja. Dalam hal ini berbeda pula dengan pendapat Prof. Dr. J. Prins yang mengatakan: de adat overheesrte tot voor kort allie terrein van het leven- juist wat de plich tenleer idealiter beoogt te doen” (Prof.Dr.J.Prins : 1954)
Pendapat Prof.Dr.J.Prins ini lebih mendekati pengertian yang sebenarnya, karena ia mengatakan bahwa adat itu meliputi semua segi kehidupan. Akan tetapi dikatan pula hanya untuk jangka waktu yang singkat.
Ensiklopedi indonesia memberikan uraian yang lebih panjang, tetapi sulit bagi kita untuk mengambil kesimpulan yang dapat dipahami. Perkataan adat itu berasal dari bahasa arab yang juga disebut “urf” dan bahwa islam telah memberikan corak khusus dalam ketentuan-ketentuan adat dalam lingkungan pemeluk agama islam.
Pengertian yang terdapat didaerah Riau ini mungkin sama dengan pengertian adat didaerah lain, bahwa adat itu adalah:
“ ketentuan-ketentuan yang mengatur tingkah laku dan hubungan antara anggota masyarakat dalam segala segi kehidupan”.
Oleh sebab itu,adat merupakan hukum tak tertulis dan sekaligus sebagai sumber hukum. Sebelum hukum barat masuk ke Indonesia, adat adalah satu-satunya hukum rakyat yang kemudian disempurnakan oleh hukum agama islam sehingga disebut adat bersendikan syara’.
Menyatunya adat dengan hukum islam diperkirakan terjadi setelah masuknya islam ke malaka pada ahir abad 14. menurut Tengku Tonel pada tahun 1920.
“maka adalah adat melayu itu pada mulanya berpangkal kepada adat istiadat melayu yang dipergunakan dalam negeri tumasik, bintan dan melaka, maka adalah dizaman melaka adat itu menjadi islam karena rajanya telah islam pula”.
Ketentuan-ketentuan hukum syarak telah dianggap sebagai adat yang dipatuhi oleh anggota masyarakat sehingga sulit memisahkan mana yang berasal dari ketentuan adat dan mana yang berasal dari ketentuan syarak.
ADAT DALAM MASYARAKAT MELAYU RIAU
Adat yang berlaku di masyarakat melayu riau bersumber dari melaka dan johr karena dahulunya melaka , johor dan riau merupakan satu kerajaan melayu dan adatnya berpunca dari istana raja. Sebagian telah saya sitir dimula tadi dan sekarang lengkapnya sebagai berikut:
“maka adalah adat melayu itu pada mulanya berpangkal kepada adat istiadat melayuyang dipergunakan dalam negeri tumasik, bintan dan melaka, maka adalah dizaman melaka adat itu menjadi islam karena rajanya telah islam pula adanya. Maka segala adat istiadat melayu itupun syahlah menurut syarak isla dan syareat islam. Maka adat istiadat itulah yang turun temurun berkembang sampai kenegeri johor, negeri riau, negeri indragiri, negeri siak, negeri pelalawan dan sekalian negeri orang melayu adanya. Maka bersalahanlah segala adat yanf tidak bersendikan syareat islam dan tiadalah boleh dipakai lagi. Maka adalah sejak itu, adat istiadat melayu disebut adat bersebdi syarak yang berpegang kepada kitab Allah dan sunnah nabi (tengku Tonel 1920).
Dalam bagian lain kita kutop pula sebagai berikut:
“adapun negeri indragiri setelah raja Narasinga masuk islam sebab dimenantukan oleh sultan Mahmudsyah Sultan melaka, maka raja itupun dirajakan di Indragiri. Maka mulanya dia ditolak oleh orang Indragiri. Maka datang lah orang talang disana, mengangkatnya sebagai raja. Maka mufakatlah mereka membuat perjanjian. Adapun perjanjian itu mengatakan bahwa orang talang mengaku sebagai rakyat indragiri. Maka rajapun memberi tahu mereka akan adat melayu, maka mufakatlah mereka untuk memakai adat itu apakala mereka turun kedalam negeri indragiri, maka didalam kampungnya, tetaplah mereka memakai adat mereka. (Tengku Tonel 1920)”
Dalam bagian lain dikatakan pula:
“maka adalah mula asal adat negeri siak dan negeri pelalawan itu turunnya dari johor jua. Maka apabila raja Kecik menjadikan dirinya raja dinegeri siak yang disebut Buantan, maka adat itulah yang dipakainya, yang kemudian turun temurun kesegala anak cucunya, dan daerah taklukkannya.” (Tengku Tonel 1920).
Tulisan diatas belum diterbitkan tapi, kebenarannya begitu adanya.
Adapun dat melayu riau dapat dibagi dalam tiga tingkatan yaitu:
Adat sebenar adat
Adat yang diadatkan
Adat yang teradat.
Adat Sebenar Adat
Yang dimaksud dengan adat sebenar adat adalah prinsip adat melayu yang tak dapat diubah. Prinsip tersebut tersimpul dalam adat bersendikan syarak. Ketentuan-ketentuan yang bertentangan dengan hukum syara’ tidak boleh dipakai lagi dan hukum syara’ lah yang dominan. Di dalam berbagai ungkapan dinyatakan sebagai berikut :
Adat berwaris kepada nabi
Adat berkalifah kepada adam
Adat berinduk kepada ulama
Adat bersurat dalam kertas
Adat tersirat dalam sunnah
Adat dikungkung kitabullah
Itulah adat yang tahan banding
Itulah adat yang tahan asak.
Adat terconteng dilawang
Adat tak lekang oleh panas
Adat tak lapuk oleh hujan
Adat dianjal ;ayu diumbut mati
Adat ditanam tumbuh dikubur hidup
Kalau tinggi dipanjatnya
Bila rendah dijalarnya
Riak sampai ketebing
Umbutnya sampai kepangkal
Resamnya sampai kelaut lias
Sampai kepulau karam karaman
Sampai ketebing lembak lembakkan
Sampai ke arus yang berdengung
Kalau tali boleh diseret
Kalau rupa boleh dilihat
Kalau rasa boleh dimakan
Itulah adat sebenar adat.
Adat turun dari syara’
Diikat dengan hukum syareat
Itulah pusaka turun temurun
Warisan yang tak putus oleh cencang
Yang menjadi galang lembaga
Yang menjadi ico dengan pakaian
Yang digenggam di peselimut.
Adat yang keras tidak tertarik
Adat lunak tidak tersudu
Dibuntal singkat, direntang panjang
Kalau kendur berdenting denting
Kalau tegang berjela jela
Itulah sebenar adat.
Dari kutipan diatas jelaslah betapa bersebatinya adat melayu dengan ajaran islam. Dasar adat melayu menghendaki sandaran-sandarannya kepada sunnah Nabi dan kitab suci Al Qur’an. Prinsip itulah yang tak dapat diubah alih. Tak dapat dibuang apalagi dihilangkan. Itulah adat yang disebut adat sebenar adat.
Adat Yang Diadatkan
Adat ini dibuat oleh penguasa pada suatu kurun waktu dan adat itu terus berlaku jika tidak diubah oleh penguasa berikutnya sesuai perkembangan zaman dan situasi yang mendesak dan dapatlah disamakan dengan “peraturan pelaksana” dari suatu ketentuan adat.
Perubahan itu terjadi karena untuk penyesuaian diri dengan perkembangan zaman dan perubahan pandangan dari pihak penguasa seperti kata pepata : “sekali air bah, sekali tepian beralih”.
Dalam ungkapan adat selalu dijumpai kata-kata seperti :
Adat yang diadatkan
Adat yang turun dari raja
Adat yang datang dari datuk
Adat yang cucur dari penghulu
Adat yang dibuat kemudian
Putus mufakat adt berubah
Bulat kata adat berganti
Sepanjang kain ia lekang
Beralih musim ia layu
Bertukar angin ia melayang
Bersalin baju ia tercampak
Adat yang dapat dibuat-buat
(nyanyian panjang dan bilang udang)
Dalam hal ini termasuk syarat dan sifat manusia yang baik dan ideal berdasarkan pandangan adat melayu seperti yang terdapat dalam ungkapan dibawah ini :
“sebermula adapun syarat menjadi raja itu sekurang-kurangnya mau atas empat perkara: pertama tama tua hati betul, dan kedua bermuka manis dan ketiga berlidah fasih dan keempat bertangan murah adanya. Demikian syarat sekurang-kurangnya bagi segala raja raja itu. Demikian lagi atas empa perkara jua adanya: pertama hukum yang adil, dan yang kedua hukum yan gmengasihani, dan ketiga hukum kekerasan dan yang keempat berani”. (Dr. Panuti H.M. Sujiman : 1983)
Selanjutnya petuah-petuah yang diajarkan oleh Raja Ali Haji dalam gurindam dua belasnya yang tekenal pula memberikan bimbingan kepada anggota masyarakat melayu sebagaimana mestinya orang melayu bersikap dan bertingkah laku sesuai yang diinginkan oleh adat melayu. Gurindam dua belas itu berisi dua belas pasal berisis tuntunan bagaiman sikaf yang diinginkan oleh adat melayu. Sebagai ilustrasi kami kutip beberapa pasal yaitu:
Pasal kelima
Jika hendak mengenal orang yang berbangsa
Lihat kepada budi dan bahasa
Jika hendak mengenal orang yang berbahagia
Sangat memelihara yang sia-sia
Jika hendak mengenal orang yan gmulialihat kepad kelakuan dia
Jika hendak mengenal orang berilmu
Bertanya dan belajar tidaklah jemu
Jika hendak mengenal orang berakal
Didalam dunia mengambil bekal
Jika hendak mengenal orang yang baik perangai
Lihat ketika bercampur dengan orang ramai
Pasal ke duabelas
Raja bermufakat dengan menteri
Seperti kebun berpagar duri
Betul hati kepada raja
Tanda jadi sembarang kerja
Hukum adil kepada rakyat
Tanda raja beroleh inayat
Kasihkan orang yang berilmu
Tanda rahmat atas dirimu
Hormat akan orang pandai
Tanda mengenalkasa dan cindai.
Selanjutnya oleh para penguasa (Raja) diatur hak-hak dan kewajiban para kaula menurut tingkat sosial mereka. Hak-hak istimewa raja dan para pembesar diatur seperti dalam bentuk rumah,bentuk dan warna pakaian, kedudukan dalam upacara-upacara dan larangan kepada rakyat biasa untuk memakai atau mempergunakan jenis yan gsama. Dengan demikian terciptalah ketentuan-ketentuan yang berisi suruhan dan tegahan atau pantangan.
Disamping itu juga tercipta kelas-kelas masyarakat yang pada umumnya terdiri dari :
Raja dan anak raja raja
Orang baik baik
Orang kebanyakan.
Stratifikasi dalam masyarakat melayu telah menciptakan pula hak dan kewajiban yang berbeda bagi tiap-tiap tingkatan tersebut. Sebagai contoh, kami kutif sebagai berikut:
“pasal yang menyatakan yang tertengah kepada adat raja- raja melayu, tiada boleh dipakai orang keluaran. Yaitu pertama rumah yang bersayap layang atau jamban atau pagar kampung yang tetutup diatasnya. Dan rumah beranak keluang, dan rumah yang berpintu sama tengahnyadan getah yang lima sulur bayungnya dan tilam berulas kuning dan berbantal yang bersibar kuning. Dan tikar berhuma kuning dan baju pandakpin- yaitula baju lepas-kuning. Dan tila pandak dan tudung hidangan kuning dan sapu tangan tuala kuning . dan memakai kain yang tipis bayang-bayang. Tiada boleh berpayung depan istana raja dan tiada boleh berkasut pada majlis balai raja. Dan tiada boleh membuang sapu tangan kepala dihadapan raja. Dan tidak boleh duduk bertelekan depan raja. Dan tiada boleh melintangkan keris ketika menghadap raja. Dan tiada boleh memakai hulu kerispanjang yang berkunam tutupnya. Dan tiada boleh membawa senjata yang tiada bersarung kehadapan raja besar. Dan jangan banyak tertawa-tawa depan raja dan jangan berkipas-kipas karena panas dihadapan raja. Dan jangan menyangkutkan kain atau baju atau sapu tangan diatas bahu dihadapan raja. Dan tatkala dudk pada majlis, jangan menentang kepada raja. Dan apakala raja itu menyorongkan sesuatu dari pada jenis makananatau piala minuman maka hendaklah segera disambut piala itu atau lainnya.. maka kita ambil siatu piala, letakkan kebawah maka piala itu disembahkan kewah duli seraya kita undur duduk pada tempat kita serta memberi hormat. Maka barulah kita minum atau makan. Bersalahan yang diangkat oleh penjawatnya tiada seperti itu adabnya melainkan sekedar maknlah dengan laku yang sederhana. Dan jika lagi kita mengurniai persalin akan kita ambil konokan pada tubuh kita yakni kita pakailah pakaian itu dihadapan majlis baginda itu juga serta memberi hormat kepada raja. Didalam itu jika kita tiada pakaipun boleh, tiada menjadi lkeji. Akan tetapi adalah kata melayu kurang adab namanya. (Dr. Panuti H.M. Sujiman : 1983)
Contoh lain saya kutip dari kitab Babul Qawaa’id dari kerajaan siak sri indrapura : B.Q. 1901:
Pasal keempat
“kuasa melarang orang yang hendak menghadap sri paduka sultan jikalau orang itu naik sahaja tidak memberi tahu kepada penghulu balai waktu sri paduka sultan bersemayam”.
Pasal lima
“kuasa melaranhg dengan keras sekalian orang besar besar, datuk datuk, pegawai pegawai, jurutulis jurutulis yang bekerja datang kebalai tiada memakai baju kot seluar pentelon sepatuh dan kupiah.
Pasal tujuh
Jikalau hamba rakyat atau barang siapa juga tiada dikecualikan orangnya hendak menghadap atau datang kebalai tiada boleh berkain gumbang seperti yang tersebut dalam ingat jabatab bahagian yang kesebelas pada pasal lima, maka jika berkah gumbang kuasa Penghulu Balai menghalaunya dikecuali jikalau orang terkejut tengah jalan karena hendak meminta pertolongan kepada polisi apa apa kesusahannya.
Ungkpan-ungkapan yang dikemukakan diatas adalah adat yang diadatkan. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa adat itu mengalai perubahan dan perkembangan sesuai dengan kemajuan zaman. Seorang tokoh yang ideal dizaman melaka ialah orang yang telah memenuhi empat sifat dan empat syarat. Akan tetapi dizaman kerajaan riau telah disempurnakan oleh Raja Ali Haji dan gurindam duabelasnya terdiri dari 12 pasal dan tiap-tiap pasak mengandalkan beberapa jenis sifat yang baik dan yang tak baik.
Ukuran sopan santun dizaman kerajaan melaka telah berkembang pula dizaman kerajaan siak sri indrapura yang menetapkan bahwa semua pejabat kerajaan diharuskan berpakaian sesuai perkembangan zaman yaitu pakai baju kot da seluar pentalon.
Dalam proses perjalanan sejarah adat istiadat melayu maka adat yang diadatkan mengalami berbagai perubahab dan variasi.
Hampir dapat dipastikan bahwa adat ini adat yang palimng banyak ragamnya, sesuai dengan wilayah dimana ia tumbuh dan berkembang. Adat yang diadatkan yang terdapat didaerah riau beragam ragam karena didaerah riau ini pernah terdapat banyak kerajaaan kerajaan yang tersebar sejak dari kepulauan sampai kehulu-hulu sungainya. Tiap-tiap kerajaan tentulah mempunyai corak dan variasi sendiri-sendiri, yang disesuaikan dengan kondisi dan later belakang sejarahnya serta pengaruh-pengaruh yang masuk kesana.
Adat Yang Teradat
Adat ini merupakan konsensus bersama yang dirasakan cukup baiksebagai pedoman dalam menentukan sikaf dan tindakan dalam menghadapi setiap peristiwa dan masalah-masalah yang dihadapi masyarakat. Konsensus itu dijadikan konsensus bersama, sehingga merupaka kebiasaan turun temurun. Oleh sebab itu maka adat yang teradat inipun dapat berubah-ubah sesuai dengan nilai-nilai baru yang berkembang kemudian. Tingkat adat inilah yang disebut sebagai tradisi. Didalam ungkapan adat disebutkan sebagai berikut:
Adat yanf teradat
Datang tidak bercerita
Pergi tidak terbakar
Adat disarung tidak berjahit
Adat berkelindan tidak bersimpul
Adat berjarum tidak berbenang
Yang terbawa burung lalu
Yang tumbuh tidak ditanam
Yang kembang tidak berkuntum
Yang bertunas tidak berpucuk
Adat yang datang kemudian
Yang diseret jalan panjang
Yang bertebggek disampan lalu
Yang berlabuh tidak bersauh
Yang berakar berurat tunggang
Itulah adat sementara
Adat yang dapat dialih-alih
Adat yagn dapat ditukar salin.
Pelanggaran terhadap adat ini sanksinya tidaklah seberat pada kedua tingkat adat yang disebutkan diatasnya. Jika terjadi pelanggaran, maka orang yang melanggarnya itu hanya diberikan tegoran atau nasehat oleh pemangku adat atau oleh orang-orang yang dituakan dalam masyarakat. Namun demikian, sipelanggar tetap dianggap sebagai seseorang yang kurang adab atau tidak tahu adat. Oleh jarena jetentuan-ketentuan adat ini biasanya tidak tertulis, maka pengukuhannya dilestarikan dalam ungkapan yang disebut pepatah adat atau undang adat. Apabila terjadi sesuatu kasus, diadakan musyawarah. Dalam musyawarah itu digunakan ungkapan adat yang disebut bilang undang.
Hal ini dijelaskan dalam ungkapan sebagai berikut:
Rumah ada adatnya
Tepian ada bahasanya
Tebing ditingkat dengan undang
Negeri dihuni dengan lembaga
Kampung dikungkung dengan adat
Kayu besar berkayu kecil
Kayu kecil beranak laras
Laut seperintah raja
Rantau seperintah datuk
Kuhaj seperintah penghulu
Ulayat seperintah batin
Anak rumah tangga rumah
Berselaras tangga turun
Bertelaga tangga naik
Pusaka banyak pusaka
Pusaka diatas tumbuh
Hilang adat karena dibuat
Hilang lembaga karena diikat.
Selanjutnya undang tersebut mempunyai sifat-sifat petunjuk sebagaiman yang tersirat dalam ungkapan sebagai berikut :
Hukum sipalu-palu ular
Ular dipalu tidak mati
Kayu pemalu tidak petah
Rumput dipalu tidak layu
Tanah terpalu tidak lembang
Hulum jatuh benar terletak
Gelak berderai timbal balik
Undang menarik rambut dalam tepung
Rambut ditarek tidak putus
Tepung tertarik tidak berserak
Minta wasiat kepada yang tua
Minta petua kepada yang akim
Minta akal kepada yang cerdik
Minta daulat kepada raja
Minta suara kepada enggang
Minta ji\\kuat kepada gajah
Yang kesat diamplas
Yang keruh dijernihlan
Yang kusut diuraikan.
Ungkapan-ungkapan adat ini sangat banyak sehingga tak dapat dikemukakan semuanya disini. Dapatlah disimpulkan bahwa ketentuan-ketentuan adat yang lebih dikenal sebagaimana hukum tidak tertulis telah diwariskan dalam bentuk undang-undang, ungkapan atau pepatah petitih.
ADAT ISTIADAT DALAM PERGAULAN ORANG MELAYU DIRIAU
Interakst sosial antara sesama warga negara dalam mayarakat majemuk itu menuntut kerangka rujukan maupun mekanisme pengendali yang mampu memberikan arah dan makna kehidupan masyarakat yaitu kebudayaan yang dapat menjembatani pergaulan sesama warga negara.
Adat istiadat merupakan pola sopan santun dalam pergaulan orang melayu di Riau ini sebenarnya sudah lama menjadi pola pergaulan nasionalatau menjadi pola pergaulan antar sesama warga negara.
Bahasa melayu yang telah menjadi bahasa nasional indonesia mengikut sertakan pula pepatah-pepatah, ungkapan –ungkapan , peribahasa-peribahasa, pantun pantun, seloka seloka dan sebagainya, yang hidup dalam masyarakat melayu dan mengandung ajaran, tuntunan tuntunan dan falsafah telah pula diangkat menjadi milik nasional dan dipahami oleh semua warga negara Indonesia. Fatwa-fatwa yang diajarkan melalui pepatah, peribahasa dan sebagainya itu telah membudaya diseluruh indonesia, sehingga tidak mudah lagi kita untuk mengadakan klasifikasi pepatah dan peribahasadan peribahasa mana yang berasal dari melayu yang mana bukan.
Dalam masyarakat melayu riau sikaf dan tingkah laku yang baik telah diajarka sejak dari buaian hingga dewasa. Sikaf dan tingkah laku sebagaimana yang telah diajarkan dalam P4 sama dengan ajaran yang diberikan oleh orang tua kepada anaknya dalam masyarakat melayu riau. Selain diajarkan secara lisan, juga dikembangkan melalui tulisan-tulisan. Raja Ali Haji pujanggaan besar riau telah banyak meninggalkan ajaran-ajarannya seperti GURINDAM DUA BELA, SAMARATUL MUHIMMAH dan banyak manuskrip-manuskrip lainnya lagi.
Sopan santun dalam pergaulan antara sesama masyarakat menyangkut beberapa masalah, yaitu tingkah laku, tutur bahasa, kesopanan berpakian, sikaf menghadapi orang tua/ sebaya, orang yang lebih muda, para pembesar dan sebagainya. Semuanya tercermin dalam TUNJUK AJAR MELAYU yang dikarang oleh Tenas Effendi.
Tingkah laku yang terpuji adalah yang bersifat sederhana. Pola hidup sederhana yang dicanangkan oleh pemerintah republik indonesia sejalan benar dengan sifat idealnya orang melayu. Dalam hal ini kami mengutip penggalan kitab : adat Raja-raja melayu. (Dr. Panuti H.M. sujiman :1983)
“syahdan maka lagi adalah yang dikehendaki oleh istiadat orang melayu itu dan dibilang orang yangmajlis yaitu apabila ada ia mengada ia atas sesuatu kelakuan melainkan dengan pertengahan jua adanya. Yakni dari pada segala kelakuan dan perbuatan dan pakaian dan perkataan dan makanan dan perjalanan, sekalian itu tiada dengan berlebihan lebihan dan kekurangan, melainkan sekaliannya itu diadakan dengan keadaan yang sederhana jua adanya. Maka orang itulah yang dibilang anak yang majelis. Tambahan pula dengan adab pandai ia menyimpan dirinya. Maka tambah tambahan landib atau sindib adanya, seperti kata hukama:”hendaklah kamu hukumkan kerongkongan kamu tat kala dalam majlis makan, dan hukumlah matamu tat kala melihat perempuan, dan tegahkan lidahmu dari pada banyak perkataan yang sia-sia dan tulikan telingamu dari pada perkataan yang keji-keji. Maka apabila sampailah seseorang kepada segala syarat ini ia itulah orang yang majlis namanya.” Kesederhanaan memang sudah menjadi sifat dasar orang melayu sehingga terkadang karena salah bawa menjadi sangat berlebihan. Kesederhanaan ini menbawa sifat ramah dan toleransi yang tinggi dala pergaulan. Kesederhanaan ini pula digambarkan dalam pepatah : “mandi dihilir-hilir, berkata dibawah-bawah”. Ibarat padi, kian berisi kian runduk.”
Gotong royong dan seiya sekata sangat dianjurkan. Banyak pepatah dan ungkapan yang menjadi falsapah hidup orang melayuyang hidup sampai saat ini, diantaranya :
“Berat sama dipikul
Ringan sama dijinjing
Kebukit sama mendaki
Kelurah sama menurun
Hati gajah sama dilapah
Hati tungau sama dicecah
Hidup jelang menjelang
Sakit jenguk menjenguk
Lapang sama berlegar
Sempit sama berhimpit
Lebih beri memberi
Kalau berjalan beriringan
Yang dulu jangan menunjang
Yang tengah jangan membelok
Yang dibelakang jangan menumit
Yang lupa diingatkan
Yang bengkok diluruskan
Yang tidur dijagakan
Yang salah tegor menegor
Yang rendah angkat mengangkat
Yang tinggi junjung menjunjung
Yang tua memberi wasiatyang alim memeberi amanat
Yang berani memberi kuat
Yang berkuasa memberi daulat
Kuat lidi karena diikat
Kuat hati karena mufakat.
Banyak lagi ungkapan-ungkapan yang menyangkut masalah kebersamaan ini, oleh karena itumasalah gotong royong dan kerukunan bersama merupakan soal penting dalam pergaulan orang melayu.
Tutr kata
Dalam bertutur kata banyak dijumpai masehat-nasehat atau ungkapan-ungkapan karena pengaruh kata-kata sangat besar efeknya bagi keserasian pergaulan, “bahasa menunjukkan bangsa”. Perkataan bangsa disini dimaksud adalah “orang baik-baik” atau orang berderajat yang juga disebut orang berbangsa. Orang baik-baik tetu mengeluarkan kata-kata yang baik tekanan suaranya akan menimbulkan simpati orang. Orang yang menggunakan kata-kata kasar dan tidak senonoh, tentulah orang yang tidak berbangsa atau sangat rendah derajatnya.
Bahasa selalu dikaitkan dengan budi, oleh karena itu selalu disebut budi bahasa. Si anu baik budinya. Dengan demikian, maka ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata-katanya.
Hidup sekandang sehalaman
Tidak boleh tengking menengking
Tidak boleh tindih menindih
Tidak boleh dendam kesumat
Pantang membuka aib orang
Merobek baju dibadan
Menepuk air didulang
Hilang budi karena bahasa
Habis daulat karena kuasa
Pedas lada hingga kemulut
Pedas kata menyemput maut
Bisa ular pada taringnya
Bisa lebah pad sengatnya
Bisa manusia pada mulutnya
Bisa racun boleh diobat
Bisa mulut nyawa padaannya
Karena kata-kata dan ungkapan-ungkapan memegang peranan yang penting dalam pergaulan, maka masalah ini selalu dberikan tuntunan agar kerukunan tetap dapat dipelihara. Tinggi rendahnya budi seseorang diukur dari cara ia berkata-kata. Menjadi aiblah kiranya jika seseorang mengeluarkan kata-kata yang salah. Seperti kata pepatah :”biar salah kain asal jangan salah cakap”
Sopan santun berpakaian
Dari pepatatah diatas: biar salah kain daripada salah cakap, dapat pula diartikan bahwa salah kain merupakan aib juga. Dalam masyarakat melayu, kesempurnaan berpakaian merupakan ukuran tinggi rendahnya budaya seseorang. Makin tinggi kebudayaannya, akan semakin sempurna pakaiannya. Selain itu, sopan santun berpakaian menurut islam telah menyatu dengan adat.
Oraang yang sopan akan sempurna pakaiannya, tidak bertelanjang dada dan tidak terbuka lutut seperti terdapat dalam ungkapan :
Elok sanggam menutup malu
Sanggam dipakai helat jamu
Elok dipakai berpatut-patut
Letak tidak membuka aib
Orang melayu sejak dahulu sudah mengenal mode, terbukti dengan adanya berjenis-jenis pakaian, baik pakaian pria maupun wanita. Demikian pula perhiasan-perhiasan sebagai pelengkap berpakaian. Penutup kepala bagi laki-laki yang disebut tengkolok atau tanjak terdapat tidak kurang 42 jenis ikatan.
Pakaian daerah atau pakaian tradisaonal terdapat bermacam-macam dan cara memakainyapun disesuaikan dengankeperluan dan semuanya ada kode etiknya.
Seluar panjang semata kaki
Goyang bergoyang ditutup angin
Kibarnya tidak lebih dari sejengkal
Pisaknya tidak dalamamat
Elok sanggam menutup malu
Kalau melangkah tidak menyemak
Kalua duduk tidak menyesak
Kaki diberi awan awanan
Bekelingking berbenang emas
Bayang membayang pucuk rebung
Tabur bertabur tampuk manggis
Elok dipakai dalam majlis
Sanggam dipakai helat jamu
Patut bertempat nikah kawin
Peratama disebut teluk belanga
Tebuk leher bertulang belut
Cengkam dijalin menjadi lipan
Buah baju tunggal tunggalan
Kalau bulatr menelur burung
Kalau bertangkai menudung petai
Atau bermata bagai cincin
Labuhnya sampai segenggam tanah
Lebar dapat kipas berkipas
Lapang tidak menyangkut ranting
Kedua kain tenun menenun
Bertabuh berkepala emas
Tabur berserak bunga hutan
Kepala pekat berpucuk rebung
Dipakai dalam helat jamu
Dalam majlis yang patut –patut
Kalau dibuat kain samping
Kepala kain sebelah kanan
Atau membelit kepala belakang
Kalau dipakai labuh-labuhan
Kepala terletak dibelakang. (Tenas erEffendy)
Sebagaimana yang telah kami ungkapkan dibagian depan, kerajaan Siak Sri Indrapura tela menetapkan dalam Babul Qawaa’id, bagaimana seharusnya berpakaian bagi para pejabat yang bekerja dibalai. Dari uraian diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa dalam pergaulan orang melayu diriau, kesopanan berpakaian ini tidak boleh diabaikan.
Adat Dalam Pergaulan
Adap dan sopan santun dalam pergaua\lan. Kerangka acuan adalah norma-norma islam yang telah melembaga menjadi adat. Terdapat banyak pantang larang dan hal-hal yang dianggap sumbang. Pelanggaran dalam hal ini menimbulkan aib yang besar dan sipelanggar dianggap tidak beradap.
Ada yang sumbang dipandang mata, sumbang sikaf, sumbang kata yang pada umumnya disebut itdak baik. Karakter masyarakat dibentuk oleh norma-norma ini.
Dengan demikian maka terciptalah pola sikap dalam pergaulan, sebagaimana sikaf terhadap orang tua-tua, terhadap ibu bapak, terhadap penguasa atau pejabat, terhadap orang sebaya, terhadap orang yan glebih muda, antara laki-laki dan perempuan, bertamu kerumah orang, dalam upacara dan sebagainya. Sebagai tuntunan, banyak ungkapan-ungkapan yang kita jumpai dalam masyarakat, diantaranya kami kutip sebagai berikut:
Guru kencing berdiri
Murid kencing berlari
Kalau menyengat kupiah imam
Akan melintan gkupiah makmum
Berseloroh sama sebaya
Berunding sama setara
Bergelut dihalaman
Berunding dirumah
Berbuat baik berpada-pada
Berbuat jahat jangan sekali
Yang patut dipatutkan
Yang tua dituakan
Yang berbangsa dibangsakan
Yang berbahasa dibahasakan
Kalau lepas kehalaman orang
Berkata dulu agak sepatah
Memberi tahu orang dirumah
Entah oran gsalah duduk
Entah orang salah tegak
Entah orang salah kain.
Kalau betina turun ditangga
Surut selangkah kita dahulikan
Jangan bersinggung turun naik
Kalau haus dikampung orang
Haus boleh minta air
Lapar boleh minta nasi
Tapi terbatas hingga dipintu
Sebelah kaki berjuntai
Sebelah boleh diatas bendul
Dimana bumi dipijak
Dimana air disauk
Dimana ranting dipatah
Disitu langit dijunjung. (Tenas Effendy)
Sangat banyak ungkapan-ungkapan dantak mungkin dikemukakan semuanya pada lembaran ini. Semua tentang etika pergaulan sudah ditulis oleh Tenas Effendy dalam buku yang berjudul Tujuk ajar melayu. Tetapi jelaslah bahwa dalam masyarakat mlayu riau, etiket dalam pergaulan sangat dipentingkan.
Penutup
1. adat istiadat melayu riau tidak lah statis dan tertutup untuk mengikuti perkembangan zaman dengan kerangka rujukan adat bersendikan syarak
2. etika pergaulan orang melayu riau telah memberikan saham dalam pergaulan antar Warga Negara Indonersia.
3. ajaran sopan santun yang dahulu diajarkan dari dalam buaian, pada masa ahir-ahir ini telah diabaikan. Oleh sebab itu, perlulah kebiasaan ini dipulihkan dengan cara-cara yang lebih sesuaidengan keadaan sekarang, diantaranya dengan cara :
a. ungkapan-ungkapn dan pepatah-pepatah yang mengandung adab sopan santun perlu dihidupkan kembali dan disebar luaskan (melalui media massa).
b. Menterjemahkan ungkapan-ungkapan, pepatah-pepatah dan manuskrip-manuskrip yang mengandung ajaran-ajaran untuk disebar luaskan.
c. Menulis buku pelajaran mulai dari tingkat dasar yang mengajarkan adap sopan santun dengan kerangkarujukan falsapah dan nilai yang terkandung dalam pepatah-pepatah, ungkapan-ungkapan, pantun-pantun dan sebagainya.
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar